09 September 2016
Ada pepeatah jawa yang mengatakan :
“Witing Tresno Jalaran Soko Kuliner” eh Kulino.
Tapi benar juga perkataan Ustad Felix, munculnya cinta itu bukan karena
terbiasa tapi karena sering makan bersama. Itu sebabnnya, mengapa untuk
mengenal seseorang atau mempererat ukhuwah dan silahturahmi itu lebih baik
dengan makan bersama. Kita kesampingkan tuh teknologi (HP) dengan cerita,
diskusi, sharing, curhat atau mungkin debat bareng kawan-kawan yang jarang
sekali atau tidak pernah dilakukan.
Hari ini untuk pertama kalinya GMHT membuat gebrakan baru dengan makan
bersama. Bosen juga, kalau setiap kumpul selalu nyanyi-nyanyi terus.
Seperti biasa, setiap selesai siswa UTS atau UAS adalah waktunya kami
untuk melepaskan segala kepenatan pekerjaan. Karena kalau sudah di sekolah
jangankan untuk kumpul makan siang bersama, untuk ngobrol satu sama lain aja
susah, maklumlah harus jaim (jaga image) di depan siswa. Harus jadi teladan,
sosok, dan panutan yang baik untuk siswanya. Kalau ngobrol asal jeplak dan
ternyata sedang diperhatikan siswa, itu rasanya gimana gitu ...
Ah~ ngomongin GMHT kalau di sekolah, inget kejadian tadi. Gimana
ciutnya GMHT ngadepin kelas yang masyallah badungnya minta ampun. Ternyata kasus-kasus
yang seperti di drama/ film tentang guru yang menyerah dengan kelas yang badung
itu ada. Masih teringat saat saya pertama kali mengajar SMK, bukan satu tetapi
semua kelas sulit untuk di atur. Setiap masuk kelas, mengajar itu sudah seperti
ngomong sendiri. Ada yang terang-terangan dandan, makan, tidur, pukul-pukul
meja, dan dorong-dorongan itu sudah menjadi pemandangan sehari-hari.
Konsentrasi belajar mereka hanya 5 menit di awal sisanya amarah saya dan puncak
emosi saya pernah sampai saya pukul meja sampai tangan saya berdarah dan
bengkak berhari-hari. Sakitnya bukan di tangan, tetapi di hati. Namun seiring
dengan berjalannya waktu akhirnya saya bisa juga menjadi guru yang disegani
siswa SMK. Sampai-sampai kalau saya diam sedikit saja, mereka sudah paham.
Memang anak-anak seperti mereka hanya bisa di lawan dengan kekerasan.
Berbeda dengan di HT, untuk hal sederhana seperti mukul meja untuk
menenangkan siswa di kelas atau membentak siswa untuk diam saja itu dilarang
keras. Memang!!! berbeda sekolah beda juga cara mendidik. Makanya kami sebagai
guru yang terlihat muda di mata mereka kadang suka di spelein.
Jadi ceritanya begini. Dari semua angkatan, angkatan terparah itu kelas
X dan dedengkotnya itu ada di X IPS 1. Pernah saya sekali mengawas di X IPS 1,
bayangkan?! Yang namanya UTS itu biasanya tenang diawal membaca soal, baru di
menit-menit terakhir sibuk mencari contekan. Lha ini??? Baru 10 menit,
bener-bener tidak ada suasana UTS-UTS nya. Waktu UTS serasa waktu istirahat,
yang ada saya marah-marah tiap menit untuk menenangkan mereka. UTS baru
berjalan 30 menit, saya langsung WhatsApp panitia UTS “Ngawas di X IPS 1
musibah banget, saya give up ...ga kuat”. Dan temen-teman yang lain responnya,
ada yang menertawakan dan ada juga yang menguatkan “Sabar ya bu 1 jam lagi”
rasanya pengen nangis saya.
Nah, hari terakhir mengawas dan pelajaran terakhir itu ceritanya jam
mengawas untuk wali kelas. Saya bersyukur dong, tidak perlu mengawas dan bisa
bersantai-santai di ruang guru karena saya bukan wali kelas. Ternyata eh
ternyata ada beberapa wali kelas yang tidak hadir. Otomatis guru-guru yang
sedang mengganggur akan dipekerjakan. Saya reflek aja lihat kelas mana yang
tidak ada wali kelasnya. Dan ternyata kelas X IPS, haduhhhh saya langsung
pura-pura sibuk mengoreksi ulangan.
Bu Bety :
“Bu Dian, mau ngawas dimana?”
Dian :
“Jangan saya bu, Rivai aja. Dia mah siap siaga”
Bu Bety :
“Pai... Pai... sini-sini, ayo ngawas”
Pai :
“Ini Juni aja bu”
Juni :
“Jangan saya bu, baru keluar kelas”
Bu Bety :
“Sudah sini, kamu aja Pai. Kasian Juni belum istirahat”
Dengan berat hati Rifai mengakat langkahnya. Dalam hati (Dian, Juni,
Dodi, Cindy) “YES MENANG”.
Tiba-tiba, jeng jeng jeng. Wali kelas X IPS 1 muncul.
Bu Ema : “Hei
kamu, ngawas dong di X IPS 1” menunjuk ke saya.
Dian :
“Sudah bu, saya cukup sekali aja di X IPS 1”
Entah suasana tiba-tiba menjadi hening. Si Dodi nunduk sibuk main HP,
Juni sibuk ngoreksi, Bu Retno sibuk ngoreksi. Dan bu ema masih berusaha.
Bu Ema : “Kamu deh
yang ngawas, kamu juga boleh, atau kamu”
Juni/Dodi :
“Terimakasih bu”
Rifai :
“Saya ngawas di X IPS 2 aja bu” Langsung beneran cabut si Pai n Cindy.
Bu Ema : “Yah ga
ada yang mau, ya udah deh saya aja yang ngawas...”
Juni/Dodi/Dian : “Semangat ibu”
Sumpah kalau liat di CCTV, mungkin keliatan ekspresi ciutnya GMHT. Jadi
lucu.
Jadi ngelantur. Tadi lagi ngomongin kuliner GMHT ya...
Seperti biasa, walau kali ini tidak dalam formasi lengkap tapi mission
harus jalan yaitu Zia, Seno, Pai, Eni dan saya. Awalnya kami ingin nonton
WARKOP tapi si Zia sudah di tunggu suaminya di rumah, soalnya kalau nonton
paling tidak kami baru selesai jam 4an kasian suaminya kalau menunggu di rumah
terlalu lama. Alhasil kami putuskan untuk kulineran serabi bandung di sekitar
wilayah UHAMKA LIMAU.
Sebelum memesan kami sudah membuat perjanjian yaitu kami tidak boleh
memesan menu yang sama agar bisa icip-icip. Diawali dengan pilihan saya yang
jatuh hati dengan serabi toping coklat plus keju melted, hemmm penasaran dengan
keju meltednya. Lalu Zia si pencinta rasa asin memilih serabi dengan tobingg
bolonaise plus dagingnya. Dan Seno memilih serabi campur oreo dengan dengan
satu skup ice cream. Sudah hanya tiga serabi itu yang kami pesan. Sisanya agak
sedikit menyimpang yaitu Eni memesan banana split. Itu sejenis pisang dengan
toping 3 macam es krim dengan 3 varian rasa dan yang paling atas stroberi yang
baunya masyallah seger bener, rasanya uda pengen saya caplok. Seger... Nah!!!
Kalo Pai lebih menyimpang lagi. Dia justru milih makanan berat padahal
sebelumnya di sekolah kami sudah makan berat. Ampun dah! Perut laki-laki memang
berbeda ya? Dan dengan lucunya yang lain juga tergiur makanan berat. Si Seno
nambah nasi goreng Pataya dan Bu Zia spageti. Subhanallah... dasyat dah GMHT!
Satu persatu pesanan mulai berdatangan. Entah bagaimana ceritanya, menu
yang berdatangan itu menu-menu yang mudah mencair seperti serabi toping
eskrimnya seno, banana spilnya bu eni dan minuman yang mudah mencair. Ah~ tapi
tetap kita sudah buat perjanjian ‘tidak boleh dimakan sebelum semua menunya
datang seluruhnya’ dengan tujuan jahat kami untuk manas-manasin kawan-kawan
yang tidak ikut. Hahahahha #evil. Semenit, dua menit, tiga menit, sepuluh menit
masih tahan tapi begitu melihat es yang mulai mencair, runtuh sudah pertahanan
itu. Serbuuuuu.....
Udah tuh!!! Itu makanan siapa, ga peduli. Yang penting musti coba
semua. Kurang, nambah, kurang, nambah, kurang, nambah. Dan inilah saat-saat
yang paling mendebarkan, tagihan bill. Tetoret-toret. THE END.
Serabi dengan coklat dan keju melted. Agak sedikit kecewa sih. Katanya kejunya melted tapi ini ga ada melted-meltednya.
Serabi dengan oreo plus ice cream
Fuyunghai... lebih kayak bakwan. Cuma isinya wortel n kol. NO SEAFOOD!!! Ga papalah kalo makan bareng-bareng.
Cuma ini aja yang sempet ke poto, sisanya uda kelahap duluan.
Sampai sini saya masih bingung mau kasih judul apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar