17 September 2016
WASPADA UNTUK WANITA
Kamis kemarin, Bu Herma tiba-tiba menegur saya
Bu Herma : Bu Dian,
Setiap hari bawa motor?
Dian : Iya
bu, ada apa memangnya bu?
Bu Herma : Hati-hati
ya, sudah baca yang aku share di grup belum?
Dia :
Belum bu
Bu Herma : Aku kena
begal motor.
Dian :
Astagfirullah, kapan dan dimana bu?
Bu Herma : Sore jam 4
an. Aku di ancem dari Puribeta sampe perempatan Ciledug
JLEB! Pas banget itu daerah rumah saya. Entah mengapa tiba-tiba saya
merasa daerah tempat tinggal saya menjadi tempat yang rawan kejahatan. Entah
sudah berapa kali daerah Puri Beta memang seolah menjadi markas tindak
kejahatan. Sebelumnya pernah terjadi tawuran, lalu begal yang terjadi di dalam
kompleks Puri Beta itu sendiri dan yang terakhir adalah peristiwa pembunuhan
dipinggir jalan akibat penusukan. Maka pembangunan pos polisi dadakan pun
sering dilakukan. Setelah peristiwa pembunuhan tersebut, polisi memang rutin
berjaga. Namun setelah dirasa aman kini penjagaan di wilayah Puri Beta pun
berkurang. Alhasil ini lah pengalaman Bu Herma.
Ketika Bu Herma sedang mengendari sepeda motornya, tiba-tiba ada dua
laki-laki berboncengan mendekati Bu Herma sambil berkata “Bu!!! Berhenti gak? Cepatan
minggir!!!”. Mungkin kalau sekali bisa dianggap bercanda namun dua laki-laki
tersebut sampai berkali-kali mengancam Bu Herma “Bu!!!! Berhenti! Kalau tidak
berhenti kalau tidak berhenti saya ikutin sampai ke rumah”.
Dan peristiwa kejar-kejaranpun terjadi sampai Bu Herma sudah lelah
diancam, akhirnya membuka kaca helmnya dan berteriak meminta tolong “TOLLONNNGGGGGG...”
berkali-kali. Namun herannya tak ada satu orangpun yang peduli, padahal cukup
banyak pengendara motor lainnya yang mendengar. Dan Bu Herma masih tetap teriak
sambil kejar-kejaran. Hingga akhirnya di depan mata Bu Herma terdapat kantor
polisi dan meminta pertolongan disana walaupun dua laki-laki tersebut entah
sudah kabur kemana.
Saya terbayang bagaimana ketakutannya Bu Herma saat itu karena saya
juga pernah mengalami pengalaman yang sama. Jika bu Herma mengalaminya di siang
hari saya justru di malam hari. Waktu yang tepat untuk melakukan tindak
kejahatan. Bahkan sampai saat ini kedua orangtua saya tidak tahu saya pernah
mengalami hal tersebut.
Kala itu saya pulang dari rumah Tikpo dan pulang menuju rumah melalui
daerah Pesing yang berlanjut ke Jalan Panjang Kebon Jeruk. Saya pilih jalan itu
dengan alasan rute tersebutlah yang paling ramai di banding rute lainnya. Saat
itu memang cukup malam sekitar jam 9 malam. Tiba-tiba di daerah perempatan
Kedoya ada pengendara yang bertanya arah ke saya, kemana arah Pondok Indah. Agak
sedikit aneh juga, padahal di perempatan tersebut ada papan petunjuk arah yang
sangat besar dan terdapat tulisan Pondok Indah juga.
Saat lampu menunjukan warna hijau saya mulai melanjutan perjalanan. Semua
kendaraan yang ada dibelakang saya mulai mendahului saya. Namun saya tidak
melihat orang yang bertanya tadi mendahului saya dan saya lihat melalui spion
tidak ada kendaraan lain selain saya. Ketika sampai di perempatan Relasi Kebon
Jeruk, saya satu-satunya pengendara yang berhenti. Lalu ada pengendara motor
lain yang berboncengan mendahului saya dan berhenti didepan saya, karena memang
sedang lampu merah. Kemudian ada satu mobil debelakang saya. Tiba-tiba
laki-laki yang berhenti di depan saya (berboncengan) yang paling belakang
mengalami kejang-kejang dan terjatuh di depan saya. Tidak ada yang melihat
laki-laki tersebut kejang-kejang, mungkin yang di dalam mobil juga tidak
melihat. Naluri saya langsung tergerak ingin menolong, namun tiba-tiba ada
tindakan aneh dari laki-laki tersebut. Saat kejang lelaki tersebut ternyata
masih bisa memegang motor depan saya dengan kuat. Ketika motor saya coba untuk
parkirkan ternyata stang motor masih tetap lurus karena di tahan oleh lelaki
kejang tersebut. Satu persatu motor dari belakang mulai berdatangan tanpa tahu
kejadianya seperti apa.
Dan yang membuat saya syok. Pengendara yang membawa laki-laki kejang
tersebut sontak marah besar ke saya “MBAK GIMANA SIH BAWA MOTORNYA!!!!”. Seolah
saya telah menabrak motor tersebut hingga yang di bonceng terjatuh. Sontak
seluruh pengendara motor yang berhenti karena lampu merah melihat ke arah saya.
Entah mereka mendengar amarah orang tersebut atau terfokus pada laki-laki yang
jatuh. Saat itu, saya rasa pertolongan Allah datang yaitu lampu berubah menjadi
warna hijau. Sebagian orang mulai tidak peduli dengan kejadian tersebut dan
tetap melanjutkan perjalanannya. Dan saya langsung paksa banting stang sehingga
tangan orang yang kejang terhempas dan saya tancap gas tinggi. Di sepanjang
jalan, tangan saya gemetaran antara melawan rasa takut dan menjaga keseimbangan
berkendara. Makanya saya mengerti benar, bagaimana perasaan Bu Herma dalam
kedaan ketakutan, teriak minta tolong dan di tambah dengan kondisi kejar-kejaran
dengan pelaku kejahatan.
Satu pelajaran yang dapat saya ambil. Sekuat-kuatnya wanita,
setangguh-tangguhnya wanita dan semandirinya wanita itu memang tidak baik
berkendara sendirian apalagi pada malam hari. Akhirnya saya paham mengapa Rasullah
itu melarang wanita berpergian tanpa mahramnya. Selain untuk menghindari fitnah
dengan lingkungan sekitarnya ternyata juga untuk perlindungan dirinya sendiri. Karena
pada dasarnya wanita itu lemah.
Beberapa hal yang dapat saya pahami.
Pertama, Saya paham, mengapa laki-laki itu selalu applause jika wanita itu terlihat mandiri. Namun di dalam hati
mereka, sebenarnya justru takut jika kaum wanita itu kenapa-kenapa.
Kedua, Saya juga paham, mengapa teman laki-laki atau rekan kerja
laki-laki baik muda ataupun tua selalu mengkhawatirkan saya sebagai perempuan
yang suka pulang malam ataupun berjalan-jalan sendirian. Karena selama ini saya
cenderung cuek dan tidak terbiasa dengan perhatian laki-laki, jadi suka menganggap
perhatian mereka hanya sekedar angin lalu. Mungkin sikap ini yang membuat laki-laki
merasa minder dengan saya. Serasa di cuekin. Hehhe ngelantur. OK balik lagi.
Saya jadi teringat setiap interview kerja, pasti menanyakan bagaimana
saya menuju tempat interview. Dan mereka selalu berkata “Wahhh, beraninya???”
dan itu yang berkata laki-laki. Walaupun kedengarannya seperti pujian tapi
sebenarnya ungkapan kekhawatiran. Dan saya masih ingat bapak yang menginterview
saya terakhir yaitu tempat kerja saya sekarang.
“Kesini naik motor???. Perempuan sekarang berani-berani ya... Guru sini
juga ada yang rumah nya Depok naik motor. Ya ga pa pa. Yang penting tetap
hati-hati.”
Saat itu saya memaknai kata hati-hati sebagai tindakan waspada terhadap
kecelakaan di jalan namun ternyata kata hati-hati tersebut juga untuk waspada
untuk tindak kriminal di jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar