Minggu, 03 Juli 2016

JANJI ALLAH

03 Juli 2016

Kita baca sebentar ya...
Bismillahirahmanirahim


 Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. ( QS Muhammad 47:7)

Sedikit tafsir yang saya ambil dari  http://www.piss-ktb.com/2015/12/4595tafsir-qs-muhammad-ayat-7-maksud.html dari ayat di atas.

"Ayat ini merupakan perintah Allah kepada mukminin agar mereka menolong agama-Nya, berdakwah kepada-Nya, dan berjihad melawan musuh-musuh-Nya dengan mengharapkan keridhaan-Nya. Jika mereka melakukan hal itu, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan menolong mereka dan meneguhkan mereka, yakni menguatkan mereka dengan kesabaran , ketenangan, dan keteguhan serta membuat badan mereka dapat bersabar di atasnya serta menolong mereka terhadap musuh mereka. Ini adalah janji dari Allah Yang Maha Pemurah yang benar janji-Nya, bahwa barang siapa yang menolong agama-Nya baik dengan ucapan maupun perbuatan, maka Dia akan menolongnya, memudahkan sebab-sebab pertolongan, seperti keteguhan dsb."

Pertama kali mendengar ayat tersebut yaitu dari kajian yang di berikan oleh Ustad Felix yang membahas tentang pacaran.  Intinya kurang lebih seperti ini. Didalam islam tidak mengenal pacaran sebelum menikah. Sebaik-baiknya dua orang yang saling mencintai adalah menikah. Jika belum mampu maka berpuasalah. Dan Allah sungguh melarang dua insan berkhalawat (berdua-duaan). Allah tidak mungkin mendzalimi umatnya. Apa yang di perintahkan, pasti baik untuk umatnya. Jika kamu menolong Agama Allah, pasti Allah akan menolongmu. Jadi makna menolong tidak terbatas pada jihad di medan perang tetapi menolong, menyelamatkan dan menegakan perintah Allah termasuk menolong agama Allah. Jika masih tidak mampu berdoalah. Karena doa adalah senjata terampuh umat muslim. Jika Allah saja, mengabulkan keinginan makhkluk yang paling di laknat yaitu setan untuk meminta di tangguhkan umurnya saja dikabulkan, maka kita yang sebagai makhluk yang patuh terhadap perintahnya tidak mungkin tidak akan di kabulkan.

Kalimat itu yang selalu saya tanamkan ketika berdoa atau sedang putus asa.

Ramadhan di tahun 2016. Saya pernah mendengar kajian dari Ustad Oemar mita. Beliau berkata sahabat Rasullah itu untuk menyambut bulan Ramadhan membutukan waktu 6 bulan sebelum bulan Ramadhan itu tiba. Karena mereka mengerti keutamaan Bulan Ramadahan yang tidak bisa dipersiapkan dalam waktu singkat tetapi harus di persiapan dalam waktu yang panjang. Masyallah. Berbeda dengan kita, kapan kita tahu Ramadhan itu akan datang? Ketika iklan sirup Marjan sudah mulai tampil di TV, iklan gajah duduk sudah mulai ada, Biskuit Kongguan sudah mulai muncul. Astagfirullah.

Tersadar tahun ini saya tidak mempersiapkan apa-apa untuk menyambut ramadhan selain hanya memiliki targetan agar lebih baik dari tahun sebelumnya bahkan targetannya tidak spesifik. Pernah suatu hari disekolah, berbicara dengan salah satu guru sekitar dua minggu dari awal puasa.
Bu Guru               : Bu Dian tilawahnya sudah sampai mana?
Dian                       : Surat Al Hujurat kalau tidak salah bu.
Bu Guru               : Wah, dikit lagi selesai dong
(dalam hati ‘wah si ibu hebat bisa nebak’)
Dian                       : hehhehe. Ibu sudah jus berapa?
Bu Guru               : Jus 2.
Dian                       : Wah berarti sudah khatam dong. Emang mau berapa kali khatam bu?
Bu Guru               : Tagetan saya si 5 kali Bu. Bu Dian sendiri mau berapa kali?
Dian                       : Saya mau sekali aja bu. Makanya saja kejar selama 2 minggu ini. Minggu ke 3 halangan. Minggu ke 4 pengen ngapalin surat ar rahman. Eh 2 minggu ini ga keburu. Ya sudahlah bu nanti saya mau kejar di minggu ke empat.
Bu Guru               : Wah bagus itu. Tapi sayang bu, kalo targetan cuma sekali. Kalau saya sih buat tagetan itu harus tinggi, masalah nanti tercapai atau enggak itu urusan belakangan. Apalagi di 10 malam terakhir, sayang kalau ga cari amalan lain.
Dian                       : ... (diam, berfikir)

Setelah mendengar ucapan Oemar Mitta dan perbincangan dengan si Ibu Guru, saya mencoba membuka targetan saya kembali. Saya ubah targetan tilawah dan menambahkan satu amalan yang belum pernah saya lakukan sebelumnya yaitu itikaf. Salah satu alasan yang membuat saya tidak memasukan agenda itikaf di setiap Ramdhan adalah terkait izin orangtua dan tidak pernah terbayangkan kegiatan apa saja yang dilakukan saat itikaf. Padahal memang sayanya saja yang tak pernah mencoba meminta izin kepada orangtua. Akhirnya tahun ini saya mencoba membuat gebrakan baru untuk melaksanakan itikaf.

Hari itu di puasa ke 21, saya mencoba menghubungi teman-teman saya untuk mengajak itikaf. Saya seleksi daftar teman-teman saya yang kira-kira masih bisa di ajak untuk itikaf. Karena jika saya ajak secara random, saya khawatir mereka akan takut dengan saya dan menjadi segan dengan saya. Karena dulu ketika kuliah saya memiliki teman yang seperti itu. Saya tahu, ajakannya adalah sebuah kebaikan tetapi di mata teman-teman lainya seperti ajakan “terselubung”. You know lah maksudnya terselubung bagaimana. Alhasil yang ada teman-teman justru menjauh darinya dan itu tidak saya inginkan apabila terjadi pada saya. Ya!!! Kalo kata Oemar mita saya belum menjadi seorang muslih (orang yang dapat mengingatkan kebenaran, meluruskan apa yang salah, dan tidak menjadikan hak yang bathil terhadap orang sekelilinganya)

Saya seleksi dari teman kerja, teman SMP, teman SMA, dan teman kuliah. Alhasil sedikit sekali teman yang bisa di ajak. Pernah ketika buka bersama teman kerja, belum saya ajak untuk beritikaf salah satu dari mereka bercerita
Si Z                         : Tau gak si S pernah izin ma bokapnya buat itikaf eh malah karokean
Semuanya               : Wah parah lu S!!!
Si S                         : Abis kalo ga gitu gw ga di izinin keluar ma bokap
Dian                       : Ya udah, kalo sekarang kita itikaf barengan mau gak? Nanti sekitar bulan awal Juli aja kan uda liburan tuh
Semuanya               : ... Hening seketika.
Dalam hati ‘Tu kan saya salah bicara’. Sepertinya saya memang harus selektif dah buat ngajak-ngajak teman.

Hah~ rasanya hari itu hari tersedih yang pernah ada. Saya baru sadar saya hanya memiliki teman sedikit yang bisa memberi syafaat di akhirat kelak. Dan itu sekaligus sebagai motivasi saya agar saya bisa memberi syafaat untuk mereka. Doakan ya teman-teman, walau saya masih tahap awal belajar. Semoga dimudahkan.

Alhamdulillah dapat satu teman kerja yang mau di ajak itikaf. Dari situ kami jadwalkan itikaf hari Jumat tanggal 01 Juni malam ke 27 di Masjid Baitul Ihsan komplek Bank Indonesia.

Tetapi jika itikaf hanya satu kali di bulan ramadhan, rasa sangat di sayangkan. Karena tahun depan, tidak ada yang menjaminkan saya apakah Ramadhan tahun depan saya akan bertemu kembali atau tidak. Saya mencoba hubungi teman SMA yaitu Si E, awalnya saya ingin mengajaknya itikaf di hari Rabu namun si E tidak bisa karena ia masih kerja dan rasa tidak akan terkejar menuju tempat kerjanya apabila E harus itikaf dari Kemanggisan menuju kawasan Tangerang. Namun si E setuju ketika saya ajak di hari Jumat karena hari Sabtu libur. Lalu saya mengajak si F, ternyata si F sudah memiliki jadwal itikaf dengan teman-temanya di Rabu, Jumat bahkan sampai Minggu. Subhanallah. Mungkin memang rezeki saya Ramadhan kali ini, hanya itikaf satu kali.

H-1, setelah sholat Subuh ada notifikasi dari WhatsApp saya. Ternyata si E memberi kabar bahwa ia tidak bisa ikut itikaf karena hari Sabtutetap masuk bekerja.  Ya mau bagaimana lagi, tidak bisa dipaksakan. Teman yang baik adalah teman yang mengerti apa yang dipriotaskan temannya. Lalu saya mencoba menghubungi teman kerja saya untuk memastikan dimana dan kapan kami akan kumpul.

Agak cukup lama teman kerja saya membalasnya. Dan saat pesan saya di balas, ternyata ia memberi kabar bahwa ia sedang berada di dokter karena sakit. Masyallah saya hanya bisa mendoakan agar ia lekas sembuh, sekaligus saya agak sedih ‘apakah saya tidak akan pergi itikaf?’. Sampai teman saya yang sakit ini berkali-kali meinta maaf karena tidak bisa menemani saya dan sampai mengkhawatirkan saya, apakah akan tetap pergi tau tidak. Padahal itu bukan kesalahannya. Siapa sih yang ingin sakit?. Saya yakin tidak ada orang yang menginginkan sakit.

Mencoba introspeksi diri, apa yang salah dengan diri ini sampai-sampai untuk melakukan kebaikan sulit sekali. Saya memulainya dengan sholat dhuha dan di lanjutkan dengan tilawah. Dan itu pertama kalinya saya tidak kuat membaca tilawah satu halaman karena saya membacanya tersendat-sedat akibat menangis sejadi-jadinya.
“Ya Allah, saya salah apa? Padahal saya tidak akan melakukan kemaksiatan tetapi kebaikan. Mengapa Engkau halangi???”
Drop, menangis, sedih semuanya jadi satu.

Entah mengapa tiba-tiba saya teringat perkataan Ustad Felix.
‘Jika kamu menolong agama Allah, insyallah Allah akan menolong mu’
Dari situ saya memohon ampun kepada Allah karena sudahh bersuudhzon (berburuk sangka) terhadap-Nya. Dan tiba-tiba saya teringat ada satu teman SMP saya yang kira-kira masih bisa diajak itikaf. Alhamdulilah ada satu pelajaran penting, ternyata ketika kita berbaik sangka kepada Allah insyallah ada jalan. Saya terus mencoba menyakinkan “janji Allah” dalam diri saya.
Ya Allah tolong aku
Ya Allah aku hanya ingin melakukan kebaikan
Ya Allah tolonglah aku
Bahkan saya sampai berani berkata
“Ya Allah aku menagih janji-Mu” (semoga Allah mengampuni saya karena berani menantangnya, AMIN)
Bismillah Bismillah Bismillah.
Allah pasti menolong.

Belum sempat menghubungi teman SMP saya tiba-tiba ada pesan dari teman SMA di WhasApp

ALLAHUAKBAR!!!
Saya masih menangis sejadi-jadinya. Ternyata Allah menepati janjinya. MALU MALU MALU!!! Saya masih meragukan janjinya. Semoga ini menjadi pelajaran untuk saya agar
Ketika saya sedih, ingatlah Allah.
Ketika tidak ada tempat bergantung, ingatlah Allah.
Ketika putus asa, ingatlah janji Allah.
Dan ketika berharap, maka mintalah kepada Allah.

Iyaa kanagbudu wa iyaa kanas tain.
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.
(QS Al Fatihan 1:5)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar