Senin, 31 Oktober 2016

CUKUP SEKALI SAJA



CUKUP SEKALI SAJA

Minggu, 30 Oktober 2016

Manusia itu hanya bisa merencanakan, sisanya Allah yang menentukan. Kalau di ingat rasanya memang lucu. Sabtu kemarin ada 4 teman yang mengajak Car Free Day (CFD) an untuk hari Minggu. Hingga sampai membuat saya kebingungan untuk memutuskan jalan dengan siapa. Namun akhirnya, saya putuskan untuk jalan bersama Tikpo dan Fani. Hingga H-9 jam, Allah merencanakan lain. Tiba-tiba mendapat kabar, Fani mengalami kecelakaan motor. Walau ia mengatakan baik-baik saja dan tetap ingin melaksanakan CFD an, tapi cukup membuat saya dan Tikpo  khawatir jika terlalu di paksakan.

Hingga H-2 jam, rencana itu semakin kuat untuk gagal. Ternyata kondisi Fani masih sakit dan Tikpo masih belum tidur sampai pukul 3 pagi. OK FIX BATAL. Kecewa? Tidak juga. Saya coba hubungi teman-teman yang mengajak saya CFD-an sebelumnya, dan ternyata semuanya sudah memiliki rencananya masing-masing. Heheheh. Mungkin ini memang rejeki saya untuk istirahat di rumah, berhubung sabtu-nya saya pulang terlalu larut malam dan memang membutuhkan istirahat.

Lucu memang lucu, dari awalnya yang banyak pilihan tiba-tiba sudah tidak ada pilihan.

Dan yang membuat semakin lucu adalah ketika kami sudah memutuskan untuk istirahat di rumah. Tiba-tiba si Fani mengajak untuk menghadiri kajian di Masjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia. Tempat biasanya kami parkir motor untuk CFD-an. Antara nyesek ga nyesek kami ternyata tetap ke sini juga. Ya, karena Salim A. Fillah lah kami kesana.

Dan yang semakin lucu lagi, selesai menghadiri kajian tanpa pikir panjang kami cabut ke Bogor hanya untuk berdiri di kereta selama 3 jam.

Nyesel se nyesel nyeselnya. Kapok se kapok kapoknya. Ga mau ke Bogor lagi. Bayangin aja, baru sampe Bogor cuma numpang makan soto mie lalu jajan gemblong, PULANG.

Ga mau ke Bogor lagi. Jadi anak ilang, ujan-ujanan, baju lepek, musti berdesak-desakan pula. Aaaaaaa tidakkkkkkkkkk. Ternyata Bogor tak seindah yang di bayangkan, KALO PERGI TANPA PERENCANAAN. Sebenernya saya sih tak ada masalah, tapi ga tega ma Fani. Uda sakit, niatnya tidak CFD-an untuk istirahat. Ini malah saya ajak untuk sengsara. Maaf ya fan, dwL ga bakal nakal lagi deh. JANJI.

Yang membuat tidak nyaman itu, perjalanannya. Selain kami harus berdiri, kami juga harus melihat pemandangan yang tidak menyenangkan. Pusing saya kalau harus melihat orang emosi lalu berbicara kasar di tempat umum. Padahal situasi sempit (berdesak-desakan), bisa-bisanya mereka bertengkar. Dan yang paling menyebalkan itu adalah ketika sekuriti laki-laki mulai berteriak-teriak untuk mengusir penumpang pria yang masuk ke gerbong khusus wanita.

Saya paham maksud baik sekuriti tersebut untuk menindak tegas penumpang pria yang masuk gerbong wanita untuk menjaga kenyamanan wanita. Tapi kalau pada akhirnya sekuriti laki-laki tersebut meluapkan emosinya di depan wanita, bagi saya sama saja menjatuhkan martabat dan harga dirinnya. Di tambah lagi ketika orang yang melawan sekuriti tersebut, yang awalnya emosi tetapi lebih memilih untuk meredam amarahnya dan meminta maaf terlebih dahulu. Namun si sekuriti dengan tingkah sombongnya justru pergi meninggalkan bapak yang meminta maaf tersebut. Jatuh sudah martabat si sekuriti tersebut di mata saya.

Kejadian di atas mengingatkan saya ketika SMA. Saya masih ingat sekali tatapanya dan cara marahnya teman saya kepada saya. Sebut saja, namanya **za (Biiiiippppppp^&(@^#(^#). **za anaknya baik, ramah, supel, populer dan cukup pandai di sekolah. Hingga suatu hari ia sebagai ketua kelas mendapatkan tugas untuk membagikan kartu ujian sekolah. Entah bagaimana ceritanya, ternyata kartu ujian saya tidak ada. Saya coba berbicara baik-baik namun hanyalah ingatan pahit yang saya masih ingat hingga hari ini.
Dian       : Za... kartu gw kok ga ada.
** za     : NTAR DULU KEK!!!
Cukup syok saya mendengar nada amarahnya sambil membentak saya. Ternyata orang yang saya anggap baik dan ramah bisa membentak seperti itu di depan teman perempuannya.

Dan tanpa saya sadari, mata saya langsung berkaca-kaca karena bentakan si **za. Saya nangis bukan karena saya punya perasaan dengannya. Tapi saya nangis karena Bapak saya saja seumur-umur tidak pernah membentak saya. situ siapa???

Dan sepertinya waktu itu, ia melihat mata saya berkaca-kaca. Satu hal yang membuat saya salut kepadanya. Ketika dia melihat saya hampir nangis lalu ia langsung pergi tanpa bicara apapun. Coba seandainya dia bicara “GITU AJA CENGENG”, pasti saya sudah nangis bombay di kelas. Dan yang membuat saya salut lagi, ternyata ia pergi mencarikan kartu ujian saya. entah menanyakan kembali di TU atau mencarikan karena terjatuh.

Sejak itu, image dia di mata saya sedikit mengecewakan. Walaupun saya tahu ia adalah orang yang bertanggung jawab, buktinya ia sampai rela mencarikan kartu ujian saya sampai ketemu. Tapi, tetep aja kalau ada laki-laki yang pernah membentak perempuan itu, kayaknyaaaa gimanaaaa gitu.

Sampai suatu ketika saya pernah melihat dia di UNJ dan kami berpapasan. Lalu ia berusaha menyapa diriku dengan ramah. Namun saya hanya membalasnya dengan senyum seadanya. Hah! Masih aja kebayang ingatan masa lalu.

Intinya sih, laki-laki itu harus hati-hati deh kalo lagi emosi di depan wanita.
Hah~ gara-gara si sekuti bletot, saya jadi ceritaiin beginian.

KITA MASIH DI SINI



31 Oktober 2016

Gw pikir, Oktober akan memperbaiki keadaan. Tetapi kenyataan yang justru memperburuk keadaan.

“Kita masih disini.”

Kita masih di sini.
Kita slalu bersama.
Apapun yang terjadi.
Canda tawa kan slalu bersama.

Bapak jangan bersedih.
Kita pisah hanya tuk sementara.
Kita kan slalu sayang padamu.
Kita kan slalu bersama.

Lagu ciptaan anak murid buat bapak gurunya yang tercinta.
Tapi setelah gw hayati lebih ke arah lagu seorang anak untuk ayahnya yang sudah meninggalkan dunia. Ya, meninggalkan dunia yang sementara nan fana.

Sabtu, 22 Oktober 2016

DARI SUDUT PANDANG WANITA



21 Oktober 2016

DARI SUDUT PANDANG WANITA

Dian       : Bu Liya ... kaos yang kemaren di kasih, masak ngepas banget dah.
Bu Liya  : Masak sih? Emangnya Bu Dian ma saya gedean siapa sih?
Dian       : Gedean saya bu
Bu Liya  : Tapi perasaan kalo di liat lebih singset Bu Dian. Emang dah kalo orang belum nikah keliatan beda. Ga kayak kita yang sudah ibu-ibu, walaupun kurus tetep keliatan gemuk.

Entahlah itu pujian atau hinaan tapi kita ambil hikmahnya saja. Jika wanita saja bisa bilang wanita yang belum menikah lebih menarik bagaimana dengan pria?. Pikirkan.

Wanita itu muncul auranya saat belum menikah, sedangkan aura laki-laki itu muncul saat sudah menikah.

Jujur, saya itu sebenarnya lebih nyaman berbicara dengan laki-laki yang sudah menikah baik yang tua ataupun muda, dibandingkan harus berbicara dengan laki-laki yang belum menikah entah itu teman sebaya ataupun yang di bawah  umur. Awalnya saya pikir, mungkin ini salah satu bentuk benteng pertahanan untuk menjaga diri dari yang bukan muhrim. Tapi kok lama kelamaan, emang ada yang berbeda. Dan ternyata memang, laki-laki itu akan muncul auranya setelah ia menikah. Entah keadaan yang memaksanya untuk dewasa ataupun memang sudah seharusnya rasa dewasa itu muncul.

Dari situ saya belajar, saya harus lebih berhati-hati dalam bersikap. Pernah ada suatu keadaan urgent yang membuat saya membutuhkan pertolongan oranglain khususnya laki-laki. Dan ternyata yang lebih sigap adalah teman-teman yang sudah menikah. Awalnya sih mikirnya, mungkin karena memang hanya ada dia saat itu. Tapi pernah suatu keadaan yang sama pula, tetap yang sigap menolong adalah yang sudah menikah padahal di situ juga banyak yang lainya. Belum lagi becandaan-becadaan yang ke arah menggoda.

Dari situ tersadar, kadang kita suka bertindak atas nama status. Kita berfikir dengan status sudah menikah, lebih aman dalam menjalin hubungan sosial. Yang perempuan merasa, laki-laki tersebut sudah ada yang punya, jadi orang lain tidak akan berfikir macam-macam. Ataupun yang laki-laki berfikir sudah ada yang di pertanggung jawabkan, jadi tidak akan berfikir akan bermacam-macam dengan oranglain untuk bertanggung jawab lebih. Ya, harus berhati-hati banyak celah syaitan. Astagfirullah haladzim. Musti banyak-banyak istigfar.

Saya tidak tahu, bagaimana jika di lihat dari sudut pandang laki-laki. Yang jelas kalau kata orang, laki-laki itu lebih besar syahwatnya dibanding wanita. Dan saya rasa itu benar. Karena saya pernah menemukan kenyataan seperti itu. Dan ini adalah sebuah kisah lucu, begini ceritanya

Pada suatu hari setelah saya menjelaskan materi pelajaran disekolah, seperti biasa saya memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mencatat apa yang ada dipapan tulis. Nah biasanya setiap pelajaran saya, anak-anak itu biasa meninggalkan kursi mereka yang dibelakang lalu ngedeprok di lantai depan,jadi kalau rebutan duduk dilantai dan duduk empet-empetan itu sudah biasa. Entah bagaimana ceritanya, saat itu tumben. Anak-anak sedang serius mencatat padahal biasanya kalau mereka mencatat selain tangannya kerja, mulutnya pun kerja. Dan keadaan kelas pun menjadi hening. Tak ada satupun anak yang bicara.

Karena kelas tenang, saya cukup merasa terbantu. Alhasil saya bisa fokus memeriksa tugas siswa. Saking seriusnya, saya pun kecolongan. Ternyata ada siswa laki-laki memakai headset dan bermainan HP. Dan tumben-tumbenan tuh!!! tidak ada siswa yang mengadu, karena biasanya kalau ada siswa yang main HP langsung ada yang teriak “Bu ada yang main HP bu”. Mungkin emang karena seriusnya belajar, jadi mereka tidak saling memperhatikan satu sama lain.

Tiba-tiba. BIIIIIIPPPPPPPP@!#@!#Y@*!($&*@$&!. Terdengar suara dari loadspeaker HP, suara perempuan mendesah. Sontak, satu kelas kaget. Dan langsung terpaku pada anak yang sedang main HP. Jadi ternyata, anak itu memakai headset tetapi lupa menyambungkan ke HP-nya. Kedengeran dah tuh, lagi apa dia, ternyata.

“Astagfirullah, suara apa itu. Kamu sempet-sempetnya lagi belajar nonton film bokep”
Sang anak langsung gelagapan, mencari pembelaan dan berusaha mengklarifikasi baik ke saya ataupun ke teman-temanya dan terlihat ia cukup malu.
“Enggak, bu. Sumpah. Saya mau liat video ini, coba liat dah gambarnya begini kan???? Pas saya buka ternyata video begituan. Beneran bu, sumpah bu”
Jadi, cover videonya itu tentang bola. Tapi ternyata isinya begituan... Saya tidak sempat membuka, jadi tidak tahu anak itu berbicara benar atau tidak.

Terlepas dari kisah lucu yang saya alami. Saya tahu, ternyata saat belajar di sekolahpun syahwat laki-laki bisa muncul. Itu, baru remaja. Tidak tidak bisa mebayangkan bagaimana syahwat orang dewasa. Dan jujur, saya salut dengan laki-laki yang tidak pernah pacaran dan bisa mengontrol syahwatnya.

Tau mungkin masih di tutup aibnya oleh Allah #Upssss hehhehehe. Hullahuallam.



#CatatanHatiSeorangGuru6
 

TERIMAKASIH



03 Oktober 2016

TERIMAKASIH

Walau kita belum terlalu lama saling mengenal tapi terimakasih atas prasangka baikmu kepadaku.

Beberapa waktu lalu ada sedikit kesalahpahaman yang terjadi tentang diriku dan kejadian itu cukup menohok untuk dijadikan bahan evaluasiku. Ada seorang siswa mengadu pada wali kelasnya ‘Bu, ibu tahu gak? Bu Dian kan kehilangan buku nilainya terus dia marah-marah kayak nyalahin kita bu. Soalnya dia terakhir ngajar di kelas ini bu’.

JLEB!!! Marah-marah? Jangankan marah, membentak sekali saja saya tidak pernah. Ini bukan pendapat saya tapi pendapat anak-anak. Pernah suatu ketika salah satu anak nyeletuk dan suaranya dapat terdengar hingga satu kelas ‘Bu Dian, kalo marah gimana ya? Apa-apa di buat becanda mulu, capek saya ketawa mulu’. Saya hanya tertawa ngakak. ‘gimana saya bisa marah?! Baru masuk, ngeliat kalian. Pikiran saya uda piktor duluan, haduuuuhhhh....’.

Saya itu paling tidak bisa marah dengan anak IPA. Saya jelasin materi, mereka diem. Saya kasih tugas, dikerjain. Saya buat ulangan dadakan, awalnya sih ngeluh tapi nilainya pada 100. Bahkan anak yang paling badung pun, ketika saya bilang ‘tugas kamu kurang nih, yang ini’ langsung dikerjain. Gimana saya bisa marah coba? Alhasil, anak IPA itu terlalu serius. Karena itu saya buat suasana selalu cair. Andaikata mereka melihat saya kalau marah di kelas IPS atau SMK pasti mereka tidak akan menyangka saya bisa seperti itu.

Karena itu, ketika ada salah satu anak berkata saya marah-marah, agak syok juga. Jadi, ada toh. Anak yang salah mengartikan gurauan saya. Saat itu saya memang kehilangan buku nilai, dan seperti biasa saya selalu menceritakan apapun kepada mereka. Jangankan masalah sekolah, masalah pribadipun sering saya ceritakan ke mereka. Saya laper, saya lagi males ngapa-ngapain, bahkan saya keplesetpun suka saya ceritain. Maka saat kehilangan buku nilai saya pun ceritakan dengan harapan mungkin ada yang pernah lihat dan itu pun dengan nada becanda ‘saya keilangan buku nilai nih’. Kemudian mereka sangat antusias membantu saya
A             : “di kelas lain kali bu”
Dian       : “uda saya datengin satu-satu tapi ga ada”
A             : “keselip di meja ibu”
Dian       : “ga ada juga”
A             : “dirumah kali bu”
Dian       : “saya ga pernah bawa pekerjaan ke rumah”
A             : “lupa kali bu, mungkin keselip di rumah”
Dian       : “Seinget saya terakhir make di kelas ini, kalo di bawa kerumah kayaknya ga mungkin” dengan melassss
A             : “udahlah bu, saya inget kok nilai anak-anak kelas ini. Nilainya 100 semua kecuali alifa (anak yang paling pinter)”
Et dah, saya lagi pusing di bencadain aja. Gimana saya bisa marah coba? Bawaannya ketawa mulu.

Mungkin statement terakhir saya yang salah artikan oleh anak tersebut. Dan saya tidak menyangka, walau diakhiri dengan candaan ternyata ada anak juga yang membawanya ke hati yang ia sampaikan ke wali kelasnya.

Andaikata kamu tidak mempercayai ku, mungkin posisi kamu sebagai wali kelas sudah akan berpihak terhadap anak-anakmu. Tapi sungguh, aku berterimakasih karena engkau lebih mempercayaiku bahkan sebelum engkau bertabayun kepadaku. Usut punya usut, ternyata siswa tersebut memang sedang butuh perhatian. Dan mencari perhatiannya melalui wali kelasnya.

Ya, kadang kita harus mempercayai apa yang kita yakini dibanding dengan mempercayai perkataan oranglain yang belum di ketahui kebenarannya. Tapi perlu di ingat, jangan sekali-kali melibatkan perasaan di dalam. Karena Allah sangat mudah membolak-balikan hati.  


#CatatanHatiSeorangGuru5