Kamis, 30 Juni 2016

LIBURAN



01 Juli 2016

Jika tahun 2015 adalah tahun travelling saya keluar negeri (padahal hanya satu negara) maka tahun 2016 ini adalah tahunnya saya travelling di pulau Jawa. Dalam setahun entah sudah berapa kali saya travelling dan hampir sebagian besar gratis, hehehe. Sampai-sampai teman saya pada iri gara-gara saya sering jalan-jalan.

Mari akan saya deskripsikan satu persatu. Walaupun sebagian besar menurut oranglain adalah tempat biasa tetapi bagi saya itu adalah sarana liburan saya dalam mengatasi kepenatan bekerja di dua institusi.

PERTAMA Perpisahan Siswa kelas XII di SMK sekitar Bulan April
Walaupun tempatnya di puncak Bogor. Tapi cukup lumayan untuk refreshing melihat bukit-bukit kebun teh.
Pic 1.Dian, Bu Tri, Bu Rohma

Pic 2. Pemandangan Kebun Raya Cibodas

KE DUA kegiatan rekreasi guru dari SMA sekitar bulan September 2015  ke pantai perawan di Pulau Pari.
Hah~ rasanya seperti mimpi, baru menjadi guru 3 bulan di SMA tersebut saya sudah di ajak jalan-jalan. Kebetulan saat itu saya sangat ingin sekali ke Pantai untuk mengobati kerinduan dengan sahabat saya yaitu Magenta. Namun rasanya sudah tidak mungkin jika kami harus bersama-sama lagi karena sudah memiliki kesibukan masing-masing. Hemm. Padahal harapannya asal bisa ke Pantai Ancol saja itu sudah bisa mengobati kerinduan saya dengan mereka. Namun Allah berkata lain, justru saya mendapatkan yang lebih yaitu ke pulau Pari di Kepulauan seribu.
 Pic 3. Ya Allah muka saya bersih bener. Penipuan ini.

 Pi 4. Guru dan Karyawan Akhwat. Ga tau gimana
itu Pak Fulki n Pak Ocit bisa nyasar di tempat akhwat.


 Pic 5. Giliran saya yang main ga ada yang foto T,T. Padahal saya yang enang tuh.


Pic 6. Pantai Perawan. Diberi nama demikian, katanya sih belum pernah di jamah. 

 Pic 7. Bapak Ibu Guru dan Karyawan SMA

KE TIGA, tak lama berselang setelah dari Pantai Perawan tiba-tiba teman saya menawarkan untuk ke Dieng di liburan semester ganjil sekilar Bulan Desember.
Haaaa.... tak ada alasan menolak hahahaha. Setelah ke pantai kini ke gunung.

Kesan pertama saat ke Dieng, pokoknya harus balik lagi kesini!!! sama siapa? Kalau bisa sih sama suami nanti kalau sudah nikah hehehehe. Soalnya masih belum kesampaian mendaki Gunung Prau yang katanya kalau laki-laki mendaki membutuhkan waktu 4 jam dan perempuan 6 jam. Gara-gara Pak Fulki (Rekan kerja SMA) sudah mendaki Gunung Parau duluan, jadinya saya mupeng. T_T.

Sebenernya saat itu bisa saja mendaki, tetapi teman-teman sepertinya tidak sanggup jika mendaki gunung selama 6 jam. Untuk mendaki bukit si Kunir yang hanya 45 menit aja kelawahan apalagi yang 6 jam. Sudah !!! pupus saja harapan itu. Padahal waktu kami di Dieng cukup lama. Alhasil yang rencananya dijadwalkan di Dieng 5 hari tiba-tiba berubah total menjadi 3 hari dan 2 harinya kami ke Purworejo mengunjungi rumah Hamida. Bagi saya rumah Hamida sudah tidak asing lagi karena sebelumnya ketika kuliah saya sudah pernah berkunjung kerumahnya dan ini kali kedua saya kesana.

Berikut foto-foto liburan di Dieng.

Pic 8. Stasiun Purwokerto. Narsis dikit.
Pic 9. Puncak Sikunir. Menunggu sunrise.

Pic 11. Berhubung cuaca tidak medukung jadi tidak terlalu jelas pemandangannya. 
Padahal kalau cuaca cerah katanya kita bisa berada di atas awan

Pic 12. Si Hamidatun, tidak tahu sedang mikirin apa. Jodoh mungkin.
Pic 13. Saya seperti mau bunuh diri.



 Pic 14. Fotografernya eror. Ga bisa ngarahin gaya. 

Pic 15. Khas Dieng carica. Semacam markisa tetapi kulitnya pepaya. UNIK.

Pic 16. Ini nih! Yang penuh perjuangan naik motor dengan
medan batu kerikilbesar-besar. Alhasil motor ditinggal dan 
minta tolong petani yang mengendai sedangkan saya jalan kaki. Sopan.

Pic 17. Pemandian umum. Keliatanya keren pemandangannya langsung alam 
terbuka, padahal itu sekeliling kolam sampah sampo semua.

 Pic 18. Aduh namanya telaga apa ya?! Yah pokoknya di banding
dibilang telaga lebih cocok di bilang sawah. Becek!

Pic 19. Kawah sikidang. Baunya minta ampu sampai sesak. 
Bela-belain muka masker supaya mukanya keliahatan saat di foto.

Pic 20. Sebenernya ga mau foto tetapi di paksa ma fotografernya

Pic 21. Telaga warna. Ya warna ijo. Hahhaha

Pic 22. Sok-sok mencari peta hahhaha.

Pic 23. My favorite photograph. Sampai saya letakan di meja kerja dan setiap orang yang melihat foto tersebut bilang “wuihh anak touring toh??”. Padahal itu pertama kalinya saya jalan-jalan ke gunung naik motor. Aduh! Pengalaman banget dah, jalan-jalan naik turun gunung pakai motor matic. Sampai harus dorong motor karena ga kuat mendaki.

 Pic 24. Pantai di Purworejo.

Pic 25. dwL = Dian Wahyu Lestari

Pic 26. Hamida katanya sih ketakutan banget. Tapi saya seneng melihatnya. hahahha

Ke EMPAT Sekitar bulan Januari saya berlibur ke Cibodas dalam rangka LDKS siswa SMK.
Walaupun terlihat biasa tapi lumayanlah selama masih gratis hahahahaha. Satu hal yang paling saya suka ketika berada di puncak yaitu belanja hahahahaha. Guru macam apa saya???!!! siswa sedang pelatihan saya sibuk belanja di pasar Cipanas.

Habis saat berada di sana saya selalu teringat keluarga saya yang sangat suka sekali dengan krupuk yang kata orang namanya kerupuk melarat. Di beri nama demikian karena kerupuk tersebut di goreng dengan pasir. Namun kerupuk melarat yang ada di Cipanas beda. Jika biasanya yang di jual di Jakarta tipis-tipis tetapi di Cipanas tebal-tebal dan di goreng dengan minyak. Jadi agak higenislah. Pulang dari Cibodas sudah seperti tukang kerupuk, motor penuh dengan kerupuk.

Sampai sekarang masih ada yang membuat penasaran yaitu kebun stroberi. Hiks hiks hiks. Di Dieng tidak menemukan kebun Stroberi di Cibodaspun tidak menemukan kebun stroberi juga. Sedih rasanya. Padahal pengen banget makan stroberi yang di petik sendiri. Hahahaha. Nantilah pergi ma suami aja. Aduh! Kenapa jadi banyak gini yang direncanain??!!! Yang penting nikah dulu dwL hehehhe. Iya, Insyallah tahun ini (walau belum tahu calonya siapa).

Di sini lupa foto. Karena memang kegiatan saya hanya ke pasar hahahha.

KE LIMA sekitar bulan April, saya kembali keluar kota lagi yaitu ke Purworejo.
Kalau kali ini tujuannya bukan travelling tapi mengunjungi walimatul usry nya Hamidatun. Ha.... ini kondangan terjauh yang pernah saya alami. Bagaimana mungkin ketika salah satu sahabat terbaik saya menikah, masak saya tidak datang.

Pengalaman ini juga pengalaman yang tak terlupakan karena ini pertama kalinya saya membeli tiket kerta sendiri, pertama kalinya naik gojek menuju stasiun, pertama kalinya naik kereta tanpa pemandu dan yang terpenting pertama kalinya pulang kampung sampai pagi pulang sore itu pula.

Kami naik kereta sekitar pukul 18.00 dan tiba di Kutoarjo pukul 02.00 malam. Setibanya disana kami bertemu dengan senior yang kebetulan memiliki tujuan yang sama yaitu menghadiri resepsinya Hamida. Entah bagaimana ceritanya ternyata beliau pernah satu alamamater dan satu SMA dengan saya. Dari situ kami mengobrol tentang kampus, SMA dan teman kami Hamida-Agus.

Pic 27. Kereta

Pic 28. dwL, Hamida, Nur

KE ENAM sekitar Bulan Mei.
Terdengar sayup-sayup sekolah SMA tempat saya bekerja akan mengadakan perpisahan ke Malang. Wah senang rasanya, baru kemarin pergi ke Purworejo kini akan ke Malang asyikkkk. Namun harapan itupun pupus sudah ternyata tidak semua guru diajak ke Malang, hanya walikelas dan panitia perpisahan saja yang berangkat. Sedih? Tidak juga! Karena sudah bayangan Bulan depan saya akan pergi ke Jogja. Hahahahaha. Tetapi saya tetap mengucapkan terima kasih, walaupun tidak diajak ke Malang masih tetap di bawakan oleh-olehnya. Terimakasih Bapak Ibu guru yang baik (^_^)...
Pic 29. Siswa kelas XII di Universitas Negeri Malang.

Ke TUJUH. Ini saya saya tungu-tungu. Jogja I’m coming.
Kalau kata orang ke Jogja itu biasa, tapi bagi saya luar biasa karena saya memang belum pernah kesana. Apalagi ke Borobudur. Senang rasanya bisa mendapat kesempatan kesana.mungkin saya orang Indonesia yang belum pernah wisata ke Borobudur. T,T menyedihkan.

Saya ke Jogja dalam rangka perpisahan siswa SMK. Alhamdulillah sebagian besar acaranya adalah jalan-jalan. Hahahaha terima kasih.

 Pic 30. Pantai Parangtritis

Pic 31. Suka suka ma foto ini

Pic 32. Gambek gara-gara bisnya mogok.

Kalau ada ngeh. Selama satu tahun setiap jalan-jalan saya hanya memakai dua kerudung kalau tidak hitam ya coklat hahahhaha.

Kesimpulaanya. Liburan tidak harus keluar negeri kok. Di negara sendiri masih banyak wisata yang harus di kunjungi sebelum ke negeri orang. But, keinginan ke luar negeri masih tetap ada yaitu ISTAMBUL. Insyallah Amin. Gara-gara cerita Mohammad Al-Fatih.

Selasa, 28 Juni 2016

PENYESALAN



Selasa, 28 Juni 2016



Video di atas adalah kegiatan siswa-siswi SMA lebih khusus perkumpulan anggota ROHIS SMA se Jakarta Selatan dalam rangka TOR (Takjil On the Road). Pertama kali liat video di atas, mengingatkan saya akan penyesalan terbesar yang pernah saya alami yaitu mengapa saya tidak menjadi anggota dan aktif di Rohis ketika SMA. Padahal dulu saya pernah menjadi mentor di SMA. Semoga Allah mengampuni pilihan yang saya ambil ketika itu yaitu meninggalkan rohis.

Dahulu dimata saya, Rohis itu ibarat perkumpulan anak-anak tersisihkan. Yang tidak bermain dengan kawan lainya dan hanya bermain sesama anggotanya. Maka tak jarang ketika membuat tugas kelompok di sekolah selalu tersisihkan. Masih teringat dalam ingatan saya ketika kelas 11. Ketika itu saya berada di 11 IPA B dimana dikelas tersebut, siswi yang menggunakan hijab (penutup kepala) memiliki jumlah terbanyak di banding bandingkan kelas lainya. Dan setiap membuat kelompok selalu kami yang behijab berkumpul menjadi satu, termasuk saya. Sungguh saat itu saya merasa tersisihkan. Padahal saat itu kami tidak pernah mengeksklusifkan atau memisahkan diri dengan yang lain namun selalu seperti itulah faktanya. Seolah teman lainya yang menjauh dari kami.

 XII-IPA-D
 XII-IPA-D
 
Pernah terpikirkan ‘Apakah karena kerudung ini teman-teman tidak mau berteman dengan saya?’ . Dan setiap memikirkan itu, bayangan untuk melepas kerudung selalu muncul setiap saat. Maklum, ketika SMA, jujur! Saya memakai kerudung karena di paksa oleh orangtua saya.

Sebenarnya saya sudah di ajak ibu saya memakai kerudung sejak SD. Berawal ketika saya pindah dari kampung dan akan disekolahkan di Jakarta, Ibu sudah menawarkan
‘kamu mau pakai kerudung tak?’
Jangan membayangkan memakai kerudung saat itu seperti sekarang dimana sudah banyak balita memakai kerudung tetapi zaman dulu memakai kerudung merupakan suatu hal yang tabu. Karena saya takut berbeda dari yang lain maka saya mengatakan
‘nanti bu kalo udah SMP’
Dan uniknya ketika SMP, ibu saya masih ingat dengan janji saya dan lagi-lagi saya katakan
‘nanti bu kalau sudah SMA’

Dan ketika SMA, sungguh ketika daftar sekolah bersama ibu saya. Saya takut mendapat pertanyaan seperti itu kembali dan alhamdulillah ibu saya tidak bertanya demikian. Dalam hati sudah tenang, alhamdulillah ibu lupa. Namun ketika membeli seragam sekolah si Ibu tidak bertanya pendapat saya lagi. Ia langsung memesan
‘Baju putih-putih, putih abu-abu, olahraga ukuran nya L. Bajunya lengan panjang ya’
JLEB!!! cuma bisa melotot! Cuma bisa pasrah saat Ibu bilang seperti itu. Di tambah lagi, di rumah Ibu sudah menyiapkan baju sehari-hari berupa lengan panjang dan celana panjang. Salut dengan Ibu, ketika ingin merubah anaknya itu tidak tanggung-tanggung, totalitas perjuangan.

Mencoba menerima sepenuh hati toh selama ini sudah terlalu sering mengumbar janji, apa salahnya mengabulkan keinginan orangtua di tambah lagi saya sudah baliq. Dengan mengucap Bismilah saya mencoba menjalaninya.

Namun ketakutan yang saya khawatirkan benar muncul apa adanya. Ketika saya menggunakan kerudung justru tidak ada yang mau berteman dengan saya. Hanya siswa sesama memakai kerudung dan teman yang dekat rumah saja yang mau berteman dengan saya. Mencoba tetap menguatkan hati untuk tetap berkurudung, akhirnya saya putuskan berkumpul dengan teman-teman yang menggunakan kerudung. Dari situ saya mulai mengenal hijab (pembatas) antara laki-laki dan perempuan. Sedikit agak kaget dengan kebiasaan ketika akan bertemu dengan lawan jenis itu harus menggunakan horden untuk bicara tanpa tahu mukanya seperti apa.

Lalu saya mulai mengikuti mentoring kelas 10 dari yang awalnya di pegang oleh kakak kelas kemudian di pegang oleh alumni yang sudah kuliah. Awalnya sih asyik mendengar ilmu-ilmu baru dari senior tapi lama kelamaan kok jadi horor begini. Saya dituntut untuk mentoring tambahan dihari Sabtu padahal sebelumnya selalu di sela-sela sholat jumat. Berat rasanya melangkahkan kaki untuk keluar rumah di hari Sabtu yang seharusnya untuk istirahat. Bukan hanya itu, jarak rumah saya dengan sekolahlah (Ciledug-Kemanggisan) yang semakin membuat saya malas untuk berangkat. Belum lagi saya harus setoran hapalan, amalan sunnah dan sebagainya yang membuat saya image mentor ini horor.

Apakah mereka tidak berfikir rumah saya jauh, tugas sekolah banyak, ini malah di tambahin beban. Dari situ saya memutuskan untuk keluar dari mentoring dan di tambah lagi teman-teman di luar sudah mulai memulai membuka diri untuk saya. Dari situ saya mulai mengenal dunia hedon.

Berbagai macam cara saya lakukan untuk menghindari si mentor. Dari mengganti no HP hingga mengamati tingkah laku kakak mentor. Contohnya begini di sekolah itu ada 3 tangga. Kakak mentor memiliki kebiasaan selalu naik ke kelas melalui tangga yang menuju kantin karena itu adalah tangga yang paling dekat menuju kelas saya. Karena saya tahu kebiasaan mentor seperti itu maka begitu bel istirahat saya buru-buru ke kantin melalui tangga tengah. (haduh! Bandel amat!)

Ada hal positif ketika saya mulai meninggalkan kegiatan mentoring yaitu saya menjadi lebih fokus untuk belajar. Dari belajar dengan teman, guru bahkan mengikuti bimbingan belajarpun saya lakoni. Dari situ alhamdulillah saya mendapatkan PMDK Politeknik Kesehatan jurusan Farmasi di daerah kebon Nanas kalau tidak salah. Namun dengan keyakinan hati saya putuskan untuk melepaskannya dengan alasan saya kurang berminat dengan pelajaran kimia, ditakutkan kedepannya saya akan mengalami kesulitan. Kemudian saya mengikuti SPMB dan alhamdulillah saya di terima di UNJ jurusan Fisika. Padahal kalau berdasarkan nilai Ujian Nasional dari ke enam pelajaran nilai kimia saya paling tinggi sedangkan nilai fisika terkecil. Hah~ kadang hati tidak sejalan dengan logika.

Yup, dunia kampus adalah dunia baru bagi saya. Kuliah, cabut, organisasi sudah tidak ada yang mengatur diri ini lagi. Apa yang ingin dilakukan sudah sesuka hati. Tidak ada pengawasan guru tidak ada pengawasan orangtua.

Namun bayangan UNJ buyar semua. UNJ kampus negeri namun terasa berada di pesantren especially FMIPA. Berharap lepas dari dunia rohis justru terjebak di pesantren. Maka kegiatan seperti pembinaan ruhiyah islamiyah mahasiswanyapun gencar dilakukan oleh senior-seniornya. Tidak boleh satupun kegiatan kampus yang lepas dari islam. Misalnya dari kegiatan organisasi, mau kegiatan yang bersifat islamiah atau umum bahkan tingkat nasional, tilawah quran itu tidak boleh lepas. Takhayal kegiatan semacam ini sering diperdebatkan, bahkan dengan dosen sendiri.

Tak berbeda jauh dengan SMA, kegiatan mentoring pun tetap menjadi prioritas utama kampus. Ada yang bertahan dan ada juga yang sudah gugur di awal. Biasa... kalau diajak kebaikan memang agak susah dibandingkan di ajak hura-hura.

Hingga saya pun bertemu dengan dirinya. Seorang wanita sebaya, sejurusan dan sekelas. Dia orang yang paling sabar mengajarkan islam ke saya di banding dengan murobi saya. Kebetulan murobi saya agak galak karena dari sekian binaanya saya paling bandel, jadi sering di omelin. Karena dia-lah saya bertahan dengan liqoat saya. Seiring berjalanya waktu masalah satu persatu mulai bermunculan dari masalah organisasi hingga masalah perkuliahan kumpul jadi satu. Sampai saya merasa hanya tinggal sendiri di dunia ini. Dan saat itulah saya mulai meninggalkan satu persatu mulai dari organisasi hingga liqoat. Berat memang! Di tambah lagi tidak ada yang menguatkan, termasuk dia. Usut punya usut ternyata dia juga sedang dalam masalah besar. Jauh lebih besar dari apa yang saya hadapi. Hingga akhirnya kami dipertemukan lagi walau bukan di organisasi ataupun liqo, tetapi dalam penyelesaian skripsi. Dan setelah skripsi selesai, kami menghilang bagai ditelan bumi.

Namun tak ada yang saya sesali mengenal dirinya walaupun ia sering hilang dan muncul tiba-tiba. (Lain kali saya ceritakan siapa dia dan bagaimana caranya mengenalkan islam). Darinya saya belajar islam itu tidak semenakutkan yang ada di pikiran saya. Bayangan saya begitu kamu sudah memasuki dunia islam kamu akan di kejar-kejar agar kamu bertahan di dunia islam itu.

Contohnya seperti mentoring tadi, ketika saya memutuskan untuk berhenti apa yang saya rasakan? Teror dari mentor. Telpon SMS tidak pernah berhenti sampai-sampai saya berganti nomor handphone. Darinya saya tahu mengapa mentor saya seperti itu.

“Mentor bersikap seperti itu bukan karena berharap kamu tetap bertahan dalam organisasinya. Dimana mengharuskan kamu untuk men-syiar-kan agama. Namun mereka justru lebih khawatir setelah kamu keluar dari sana bagaimana dengan ruhiyah kamu, takut kamu bisa bertahan atau malah tergoyahkan dengan lingkungan luar disana”

Dari situ saya menyesal sejadi-jadinya dengan keputusan yang saya ambil dahulu. Coba saja, saya bisa bertahan sedikit saja. Mungkin saya tidak akan menyesal seperti ini. Kemudahan yang saya dapatkan ketika di terima Universitas negeri mungkin adalah sebuah tamparan dari Allah bahwa Allah itu tidak pernah meninggalkan hambanya walaupun hambanya sendiri sudah melupakanya. Di tambah lagi Allah masih tetap mengirimkan orang sepertinya ke saya.

Ada satu pernyataan saya dahulu, yang saya sesali. Andai bisa mengubah saya sangat ingin merubahnya yaitu anak rohis itu anak-anak yang tersisihkan. Justru sekarang ini yang saya lihat anak-anak rohis itu anak-anak yang silaturahminya tidak pernah putus. Ketika awalnya jumlahnya segitu maka sampai sekarang jumlahnya akan segitu. Dibanding dengan teman-teman saya yang lain yang jumlah semakin menyusut. Entah karena rutinitas atau karena sudah tak se-visi lagi.

Justru mereka inilah (anak Rohis) yang sekarang banyak dicari orang, termasuk saya. Karena merekalah yang dapat memberi syafaat di akhirat kelak. Maka kemarin agak sedih, ketika mencoba berkomunikasi dengan teman lama hanya sedikit sekali teman yang bisa di ajak ke jalan kebaikan. Bahkan lima saja tidak sampai. Andai waktu bisa di putar kembali, saya ingin sekali kembali kemasa itu dan berkumpul bersama mereka (Rohis SMA atau teman liqoat).

Minggu, 26 Juni 2016

HOBI



Senin, 27 Juni 2016
Berhubung sudah memasuki libur panjang maka saya akan sedikit banyak bercerita kejadian-kejadian selama setahun ini.

Berbicara tentang hobi, saya masih ingat saat pertama kali memperkenalkan diri dengan siswa. Biasanya saat perkenalan, pertanyaan yang sering muncul : tinggal dimana, no HP berapa, tanggal lahir, sudah berkeluarga dan sebagainya. Namun ada satu pertanyaan yang agak sedikit berbeda ‘ibu hobinya apa?’. Hobi? Ah~ saya tidak pernah bayangkan akan mendapat pertanyaan seperti ini. Karena jujur, saya sendiri masih bingung apa yang saya sukai. Spontan aja jawab ‘nonton drama’. Hadeh... ga ada mencerminkan sifat guru-gurunya. Harusnya saya speak speak sedikit gitu, hobi membaca buku gitu kek. Hahahhahah.

Setahun ini, akhirnya saya menyadari hobi saya yaitu eksperimen. Eksperimen apa? Ya macem-macem. Dari eksperimen untuk kegiatan sekolah sampai eksperimen masakan. Bahkan untuk eksperimen sekolah saya sampai di juluki anak-anak guru tergabut. Kalau kata anak-anak, gabut itu keadaan dimana sesorang tidak ada kerjaan dan melakukan kegiatan yang tidak berguna. Hah!!! Tega bener saya di beri julukan seperti itu. Pernah saya bertanya kepada siswa.

“Emangnya kenapa? Kamu, bilang saya guru gabut?”
“Habis! Kalo ibu uda gabut, horor. Kalau ga ngisengin kita ya nambahin kerjaan kita aja!”
“Hehehhe. Maaf ya...”
Hehehe. Memang kalau saya sudah gabut paling seneng ngerjain mereka. Dari motong-motong rambut, ngumpetin earphone, ngumpetin bekel, ngambilin HP, ngelitikin siswa, nyoret-nyoret buku tulis mereka, ngelipet-lipet kertas/duit, ngelempar-lempar kertas ke anak dan puncaknya ngasih tugas mereka.
Seperti itu di bilang gabut? Padahal itu kan untuk kebaikan mereka.

  1. Motongin rambut supaya ngajarin mereka anak laki-laki itu tidak boleh gondrong
  2. Ngumpetin earphone, ngambilin HP. Hanya mengingatkan di kelas tidak boleh mendengarkan selain penjelasan guru
  3. Ngupetin bekal makanan. Hanya mengingatkan di kelas waktu belajar bukan sarapan atau makan siang.
  4. Nyoret-nyoret buku. Hanya mengingatkan supaya mencatat materi yang penting.
  5. Ngelitikin dan melempar kertas. Hanya mengingatkan di kelas itu tidak boleh tidur.
  6. Melipat kertas/ duit. Nah, kalo ini saya akui gabut beneran
  7. Ngasih tugas. Kalau ini saya hanya ingin memberi kamu pegalaman baru, toh selama ini kalau saya memberi tugas merupakan sesuatu yang belum pernah lakukan!!!

Kembali lagi ke eksperimen. Dari sekian banyak eksperimen yang sudah saya lakukan hampir semuanya gagal!!! Hanya satu yang berhasil yaitu membuat ‘MouseTrap Car’. Itupun berhasil karena saya pernah membuatnya saat kuliah. Sisanya gagal semua. Dari membuat roket air, kapal uap, sampai balon udara. Dan paling mengenang dan teringat di benak saya itu membuat balon udara.
Entah sudah berapa kali mengulang membuat balon udara dan selalu gagal.



Pertama dari penyangganya yang terbuat dari kawat ternyata keberatan beban.
(sumber : google)
(sumber : google)

Ke dua, kemudian saya ganti sedotan ternyata tidak kuat.
Ke tiga saya ganti dengan bambu yang saya sisir tipis.
Ke empat, mungkin bukan masalah penyangganya tetapi balonnya. Saya buat dari bahan plastik ternyata meleleh, mungkin karena terlalu tipis. Ingin saya ganti dengan plastik yang agak tebalan takut keberatan beban dan tidak dapat terbang.
Kelima, saya mengganti plastik dengan kertas minyak dan itu kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan. Dengan bodohnya saya melakukan di teras kelas dan masyallah (masih kebayang sampai hari ini bagaimana merindingnya saya) itu balon udara kebakar dengan api yang sangat besar dan hampir membakar sekolah. Ya Allah, saya ketakutan setengah mati karena hampir mencelakan anak dan membakar sekolah (sampai sekarang masih merinding setiap membayangkannya). Entahlah saat itu ada guru yang melihat atau tidak saya tidak tahu. Masyallah saya masih ketakutan banget.

Mencoba menenangkan hati dengan datang ke tempat bimbingan belajar. Karena bagi saya di sana adalah tempat yang nyaman ketika saya mendapat masalah dan ada orang yang bisa diajak bicara entah teman kerja atau siswa, dibanding di rumah sendirian. Dan seperti biasa tanpa memberi tahu mereka, mereka langsung tahu bahwa saya ada masalah. Mencoba menceritakan tanpa langsung ke pokok masalah dan kebetulan saat itu saya juga sedang ada masalah lain.

Saya       : “Kak, saya takut nih ka sama wakasek saya”
Ka Hari : “emangnya kenapa?”
Saya       : “Masak selama satu tahun saya satu-satunya guru yang ga pernah di tegor”
Ka Hari : “Dian-nya pernah negor gak?”
Saya       : “enggak. Habis dia orangnya gitu kak, mukanya serem... guru-guru lain aja agak segen negor dia, apalagi saya yang Cuma guru baru. Uda gitu ruangan dia ma saya kan misah, dia di ruang guru bawah saya ruang guru atas jadi jarang ketemu.”
Ka Hari : “Yah, kalo gitu mah wajar! Intensitas ketemu aja jarang, gimana pengen saling negor. Udah ga usah di pikirin. Orangnya juga pasti bingung kalau mau negor kamu musti gimana.”
Saya       : “Nah itu kak... Tadi saya habis......” saya ceritakan kronologi kejadian yang hampir membakar sekolah itu dan apa reaksi satu bimbel. Dari si kakak yang saja ajak bicara, guru bimbel lainya, siswa di bimbel. Semuanya ketawa ngakak


(sumber : google)
Semuanya : “WAKAKAKKAKAKKA”
Saya       : “Kok, pada ketawa sih???!!!^%(“
Lintang                 : “Habis kakak lucu, saya justru berharap itu sekolah kebakaran. Saya bayangin gimana paniknya sekolah trus masuk tivi dan kakak di pecat gara-gara kesalahan kakak. Hahahahha.”
Saya       : “Ah, parah!!! Tega bangetttttt!!!! Saya lagi stress tauk! Kamu begitu!”
Lintang                 : “Wakakkakakka”
Ka Hari : “udah! Udah! Wakakakaka! Lagian tumbenan ya, tang??? Dia baper-an gitu gara-gara wakasek! Wakakakkaka”
Saya       : ”Ih, Saya itu lagi pusing! Abis di tolak trus disekolah ada masalah begitu. Saya ketakutkan ka...”
Ka Hari : “Cieee di tolak kenape?”
Saya       : “ Auk! Ah! Ga asik di ajak cerita. Entar di ketawain lagi  

Dari situ saya belajar, harus lebih berhati-hati dalam bereksperimen.
Agak sedikit kapok melakukan eksperimen lagi, takut melakukan kesalahan yang sama. Cuma kalau di pikir-pikir kalau menuruti si ‘ketakutan’ kemampuan saya tidak berkembang. Dan alhamdulilah setelah itu saya memcoba membuat kapal uap dan hasilnya tetap GAGAL!!! T,T

Kedua, Eksperimen masak. Nah kalau yang ini, tidak beda jauh dengan eksperimen di sekolah. Lebih banyak gagalnya daripada berhasilnya. Kalau untuk masak masakan yang tanpa kuah alias oseng-osengan dan lauk pauk, insyallah bisa. Cuma untuk masakan berkuah, entah mengapa tidak pernah berhasil dan hasilnya selalu menyakitkan, terbuang sia-sia dan korbanya bapak ibu adik saya. Jangankan mencicipi, melihat bentuknya saja sudah bisa nebak rasanya. Sedih T,T.

Pernah waktu itu membuat sayur sop, sayur semur bahkan bubur kacang hijau. Semuanya gagal total dan sampai tidak mau mencoba masak masakan berkuah lagi. Sudahlah biar si Ibu saja yang melakukan. Tapi kalau lauk pauk dan oseng-osengan masih mau. Hehehhehe. Sekarang kalau mencoba eksperimen masakan korbanya bukan keluarga lagi. Pengalaman aja!!! Biar ga sakit hati lagi. Nah sekarang korbanya adalah khalil-ku (sahabat) Tikpo, Aru dan Alin. Terakhir mencoba eksperimen kue lebaran.

Berawal dari Bu iin yang berjualan coklat seharga Rp 45.000 setoples. Sebenarnya agak mahal hanya untuk ukuran toples sekecil itu. Tapi ada satu yang saya suka dari Bu iin, walaupun ia berdagang seperti itu. Ia tidak pernah merasa rugi berbagi resep apa yang ia jual.

Kesan pertama mencoba coklat yang saya beli dari Bu iin agak sedikit kecewa. Ternyata coklat yang saya makan tidak full coklat. Agak sedikit chewy –tulisanya betul ga ya?- (kenyal), dalam hati ‘ah coklat oplosan nih’. Namun setelah dicicipi dengan seksama ternyata yang chewy itu adalah kurma buka coklat oplosan. Hahahha jadi malu sendiri. Ah lama-lama kok enak. Akhirnya saya coba membuat sendiri. Berikut resepnya

COKLAT KURMA

Bahan :
Coklat batangan merk cholata 2 batang (Rp 24.000)
Kurma 0,5 kg (Rp 30.000)
Kacang mede ¼ kg (Rp 32.000)
Wijen 1 ons (Rp 6.000)
Kertas kue (Rp 2.000 isi 50 lembar)

Cara membuat:
1.       Goreng kacang mede hingga kecoklatan
2.       Belah kurma dan buang bijinya. Ganti biji kurma dengan kacang mede. Lebih enak lagi medenya utuh jangan di bagi dua. Coz kata teman-teman yang sudah mencoba yang bikin kuenya enak itu saat gigit medenya. Hehhehe
3.       Lelehkan coklat diatas rebusan air mendidih
4.       Masukan kurma kedalam lelehan coklat kemudian angkat dan pindahkan ke kertas kue
5.       Taburkan wijen secukupnya
6.       Tunggu hingga coklat mengeras dan siap di masukan ke toples
  

Selamat mencoba.
Maaf saya tidak tahu dengan bahan-bahan seperti itu, jadinya berapa banyak coz setiap bikin langsung saya bagi-bagiin ke temen.hihihihihi.



#CatatanHatiSeorangGuru3