Sabtu, 17 November 2018

SELF REWARD


SELF REWARD
Kamis, 15 November 2018

Seperti biasa di setiap harinya kami akan selalu mendapatkan pesan cinta dari wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana terkait dengan laporan kebersihan kelas. Entah, ini sudah berapa kalinya saya melihat kelas 12 IPA 3 cukup sering dibilang tidak OK. Padahal saya sendiri tahu kalau Fulki bukan orang semacam itu untuk tingkat kebersihan kelas. Dua tahun lalu ia adalah seseorang yang mencetuskan agar kelas yang tingkat kebersihannya baik harus mendapatkan reward. Hingga sampai saat ini reward itu masih berjalan sebagaimana ide yang ia gagaskan.

Tapi, entah mengapa semenjak menjadi wali kelas di tahun ajaran 2018/2019 motivasi untuk menjadi kelas terbersih terlihat mulai luntur. Padahal saya masih ingat sekali 3 tahun sebelumnya, ia adalah orang yang paling excited terhadap kebersihan kelas. Masih teringat bagaimana ia setiap harinya dengan rajin selalu mengontrol anak-anaknya piket dan selalu memastikan bahwa kelas harus di pel dan jendela harus di bersihkan. Wajar! Jika ia selalu mendapatkan reward kelas terbersih. Tapi, entah mengapa kini seolah ia tak peduli.

Malam itu saya coba kirim pesan singkat kepada dirinya. Eits! Jangan salah paham, saya kirim pesan bukan karena saya memiliki perasaan khusus kepada dirinya. Semuanya pure hanya sebatas rasa peduli sebagai teman. Lagipula saya juga bukan orang yang sembarangan bertanya kabar laki-laki sana sini tanpa kepentingan apapun. Saya pun paham bahwa antara perempuan dan laki-laki itu punya batasan yang harus tetap di jaga. Karena itu saya tidak akan berkomunikasi dengan sembarangan laki-laki jika tidak memiliki benteng, salah satunya nikah. Itulah mengapa saya lebih nyaman berbicara dengan laki-laki yang sudah menikah di banding yang belum menikah. Karena paling tidak dengan itu, kami tidak akan terlibat perasaan. Bagi saya tidak akan pernah ada persahabatan antara laki-laki dengan perempuan, jika bukan saya yang jatuh hati padanya maka dia yang akan jatuh hati. Kalaupun saya terlihat akrab dengan laki-laki yang belum menikah. Maka kemungkinannya hanya dua, kalau bukan ia orang yang istimewa untuk saya maka ia adalah orang yang paham akan batas itu.
Kurang lebih chat nya seperti ini.



Setelah di baca-baca lagi, jadi mikir... ngomong apa dah saya? sok-sok an nasehatin orang. Wakakkkaka.

Intinya sih gini ya...

Pertama, ini terkait SELF REWARD. Saya itu pencinta drama korea. Ada salah satu ilmu yang pernah saya dapatkan dari salah satu drama tapi sayangnya saya lupa judulnya apa.

Di episode tersebut menceritakan tentang keberhasilan seseorang. Kemudian orang tersebut menaiki panggung, apa yang ia ucapkan? Iyak, Betul!!! Rasa terimakasih. Ia mengatakan bahwa keberhasilan yang ia dapat tidak akan pernah ia dapatkan tanpa bantuaan dan do’a dari orang-orang yang ada di sekelilingnya. Kemudian ia sebutkan kepada siapa saja ia berterimakasih, kepada orang tua, guru lalu teman-temannya ia sebutkan satu persatu. Dan di akhir pidatonya ia menggaris bawahi bahwa penghargaan itu ia berikan setinggi-tingginya untuk “DIRI NYA SENDIRI”. Bagi nya penghargaan itu hanya pantas untuk dirinya sendiri, bukan berarti takabur (karena orang Korea kan ga kenal Tuhan ya?) tapi ia berterimakasih kepada dirinya sendiri. Karena dirinya tidak pernah menyerah begitu gagal, dirinya tidak pernah sakit, dirinya tidak pernah lelah dan dirinya tetap fokus dengan keinginan tersebut.

Dari situ saya belajar, kita sering dapat kebahagiaan lalu kita berterimakasih kepada Allah (WAJIB) lalu orangtua lalu rekan seperjuangan dan sebagainya. Tapi kita lupa berterimakasih kepada diri kita sendiri yang sudah susah payah dan sudah bekerja keras. Padahal tubuh hanya minta satu hak nya yaitu sholat 2 rokaat pagi hari, setelah itu reward. Rewardnya bebas! Mau istirahat sepanjang hari ataupun foya-foya seharian juga tidak apa-apa. Yang penting buatlah satu hari untuk me time. Kalau bisa jangan tidur seharian.

Agak gemes juga ama handphone nya Yogi, Tukeng dan Ojan. Semoga Allah memaafkan saya karena saya sama sekali tidak pernah bermaksud untuk menghina sama sekali, bagi saya handphone yang mereka gunakan itu tidak layak untuk orang sepenting mereka. Yogi dengan segala full aktivitas positifnya dan tukeng Ojan dengan segala kepentingan menjalin relasinya, tapi handphone yang mereka gunakan itu sama sekali kurang mendukung aktivitasnya. Greget gitu ya! Mereka itu pekerja keras, workaholic. Saya yakin mereka bukan ga mampu tapi kenapa untuk dirinya sendiri kurang care.

Ha... Entah sudah berapa orang menasehati mereka tapi mereka masih tetap dengan argumennya bahwa itu bukan prioritas utama. Sampai akhirnya saya punya kesempatan bicara personal dengan mereka bertiga. Saya jelasinlah itu self reward dan hasilnya? Tetoootttt.... Mereka tetap pada pendirian mereka, belum waktunya beli handphone baru. Hahahahahahah. Tapi emang gitu rasanya ya, kadang ketika nasehatin orang pengen langsung berhasil tapi faktanya gagal total. Wakkakakak.

But, selang beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian ya? Lupa. Akhirnya ada juga yang ganti handphone. Haaaa... rasanya seneng banget. Senengnya tuh, bukan karena merasa berhasil menasehati mereka, karena kan kita ga tau siapa yang sudah membuka hati dan pikiran mereka. Yang jelas pasti bukan saya, karena kalau saya berhasil menasehati, pasti mereka sudah beli saat itu juga. Tapi senengnya tuh gimana ya? Hemmm... kayak sesuatu yang memang seharusnya di letakan dimana semestinya. Bingung kan? Sama saya juga bingung. Udahlah... pokoknya, semoga yang 2 lainnya segera mendapatkan yang lebih baik, handphonenya.

OK, masih terkait self reward. Self reward itu tidak selamanya berkaitan dengan penghargaan tapi juga memaafkan. Kita sadar kita salah, kita sadar kita menyesal. Oranglain salah mampu kita maafkan, diri kita salah kita pasti lebih mampu memaafkan. Masih belum mampu?
Kita ingat do’a Rasullah untuk penduduk Thaif.

Pada tahun yang sama ketika Rasullah masih berada dalam masa dukanya di tinggal oleh Paman dan istrinya. Rasul masih tetap melanjutkan dakwahnya ke Thaif, bukannya mendapat perlakuan baik tapi justru mendapat pengusiran terang-terangan bahkan saat menuju arah pulang Rasul sudah di hadang oleh pasukan Thaif yang siap melempari batu hingga mengalir darah segar dari kepala Rasul. Kebayang ya, bagaimana perasaan Rasul? Bahkan dalam do’a nya Rasullah mengatakan
“Ya Allah aku meminta maaf kepada-Mu atas kelemahanku dan kekurangan usahaku ....”

Sedih? Pasti.
Menyalahkan diri sendiri? Iya.
Tapi apa setelah itu...?

Setelah Rasul me muhasabah diri nya sendiri, Rasul tidak berlarut-larut dalam kesedihannya tapi Rasullah justru berdo’a memohon kebaikan. (Mungkin bisa google sendiri, untuk do’a yang Rasullah panjatkan).

Kita harus yakin, Allah itu Maha memaafkan. Kalau kata ustad Adi Hidayat ‘Firaun saja Allah beri kesempatan untuk bertaubat, apalagi kita?’.

Untuk masa-masa sulitmu biarlah Allah yang menguatkanmu. Tugasmu adalah memastikan bahwa jarak antara kamu dan Allah tidak pernah jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar