12 Maret 2017
DIAMNYA DIAN
Kalau saya diam di kelas, cuma ada dua kemungkinan.
Pertama, saya sedang marah.
Kedua, saya sedang merenung.
Dan biasanya saya lebih cenderung untuk marah di banding merenung.
Hari ini saya diam... Diam untuk mencoba menamfikan segala amarah yang
ada. Mencoba memaafkan kesalahan mereka, mencoba memahami kekurangan mereka dan
mencoba memahami kelemahan mereka. Entah mengapa, di luar kesalahan mereka
tiba-tiba terlintas segala beban hidup mereka.
Melihat kesederhanaan mereka, tiba-tiba teringat...
-
Bagaimana mereka harus mencuci motor agar bisa
jajan di sekolah.
-
Bagaimana mereka harus berjualan di pasar untuk
biaya sekolah.
-
Bagaimana mereka harus tidur malam di gerobak.
-
Bagaimana mereka harus pulang kampung untuk
mencari orangtua.
-
Bagaimana mereka harus merelakan orangtua karena
berurusan dengan polisi.
-
Dan bagaimana mereka harus tinggal di lingkungan
kumuh, karena hanya itu yang ada
Tapi saya, hanya bisa marah karena tingkah mereka.
Seumur-umur saya tidak pernah melihat anak yang tidak hormat kepada
guru, kecuali mereka. Jangankan untuk melawan guru, untuk berbicara ketika guru
sedang menjelaskan pun saya tidak pernah. Jangan lihat saya deh, bahkan teman
saya yang menurut saya paling bandel pun ketika gurunya marah tetap di
dengarkan. Lha ini? Masyallah ... menguji kesabaran jiwa.
Tapi itu adalah saya.
Tapi itu teman-teman saya.
Dan tapi itu lingkungan saya.
Bukan mereka.
Bukan tema-teman mereka.
Dan bukan lingkungan mereka.
Salah adalah saya. Ketika saya mencoba membandingkan mereka dengan saya.
Salah adalah saya. Ketika saya mencoba membandingkan teman mereka
dengan teman saya.
Dan salah adalah saya. Ketika saya mencoba membandingkan lingkungan mereka
dengan lingkungan saya.
Saya adalah saya.
Mereka adalah mereka.
Saya tidak bisa menjadi mereka dan mereka tidak bisa menjadi saya.
Dan tugas saya adalah memaklumi mereka.
#CatatanHatiSeorangGuru13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar