Senin, 02 Januari 2017

Ta'aruf



02 Januari 2016

Ta’aruf

Beberapa hari lalu secara tidak sengaja mendengarkan suatu kajian yang bertemakan ta’aruf. Biasanya setiap kajian yang bertemakan ta’aruf selalu membahas proses dan tata cara ta’aruf yang sesuai syariat, namun kajian kali ini temanya adalah simulasi ta’aruf pas nazhor. Hahahahaha. Entah bagaimana ceritanya bisa pas begitu dengan kondisi saat ini. Ya, ini sudah ke berapa kalinya saya selalu menolak hanya untuk nazhor dengan berbagai alasan yang tak masuk akal. Dari alasan yang tidak terbayang bertemu dengan orang yang sama sekali tak dikenal, lalu  tidak terbayang harus berbicara apa nanti saat bertemu sampai alasan takut baper-baperan (baik saya yang baper atau lawan yang baper, takut ada yang tersakiti). Ga enak!!! kalo yang namanya baper cuma sebelah tangan.

Dalam kajian tersebut, setiap pesertanya sudah menyiapkan CV masing-masing. Ya siapa tahu bisa ketemu disitu hahahhahah. Lalu diambil salah satu CV dari pihak ikhwan dan akhwatnya untuk di jadikan bahan simulasi. Karena sifatnya simulasi, karena itu ikhwan dan akhwatnya tidak di pertemukan secara tatap muka, lagi-lagi karena sifatnya simulasi ya...

Dari simulasi yang dilakukan ada dua hal yang dapat saya tangkap yaitu :
Pertama, ternyata CV itu yang ngebantu untuk memulai obrolan dan mencairkan suasana. Wahhhh, ternyata nazhor itu tidak semenakutkan dari apa yang saya bayangkan.

Kedua, pentingnya memilih mediator. Saya bener-bener paham, mengapa memilih mediator itu harus orang yang sudah menikah. Jangan sampai kisah Salman Al Farisi terulang di proses tersebut. (Wahh sakitnya tuh bisa di sini). Selain sudah menikah, ya baiknya mediator tersebut juga harus paham ma perannya. Kalau dari simulasi tersebut sih, mungkin ustadnya gemes ma ikhwannya karena terkesan pasif akhirnya si ustad yang mengambil alih beberapa pertanyaan ke akhwatnya. Kalau saya jadi akhwatnya, mungkin saya bakal tertarik ma ustadnya hahahhahaha. Tapi kalau kita tahu ustadnya sudah menikah, jadi mikir-mikir lagi kan buat tertarik ma ustadnya. Hahhahahaha.

Pernah pengalaman juga, ceritanya mau nyomblangin temen walaupun ga pakai CV-CV an. Intinyaa sih gemes ma dua orang ini. Dari pihak perempuan sih mau dan dari pihak laki-lakinya walaupun saya tidak pernah menanyakan langsung dari gelagatnya sih mau. Akhirnya saya yang mencoba berperan aktif. Nah ending nya, ada dari pihak luar yang tiba-tiba bilang ke saya ‘kayaknya dia maunya ma dian deh’. Wak waw!!! Salah jalur ini. Langsung saja saya cut dadakan, semenjak itu saya kapok jadi mediator, ga lagi-lagi deh.

Harapannya setelah mendengar kajian ini, semoga dwL uda berani buat nazhor. Hehehheheh. Aminn.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar