Rabu, 10 Juni 2015

우리 REVO



Seminggu ini si Revo cukup menguras dompet. Berawal dari hari Senin 01 Juni 2015,yang biasanya saya berangkat bada zuhur kali ini saya berangkat 30 menit sedikit awal. Tanpa disangka-sangka hujan turun cukup deras. Sebenarnya saya bawa jas hujan tetapi karena hujannya ckup deras dan disertai angin guntur maka saya urungkan untuk menerjang banjir demi keselamatan diri. Cukup lama menunggu hujan, ada sekiar satu jam saya menunggu hujan reda namun tak kunjung datang. Kali ini dengan alasan takut terlambat akhirnya saya coba terjang hujan. Saat saya nyalakan motor alhamdulillah si Revo menyala karena biasanya si Revo ini sudah seperti kambing, terkena air saja langsung mati. Namun rasa gembira saya tak sampai 3 menit, begitu saya ingin mendahului angkutan 09 tiba-tiba si Revo menunjukan gejala-gejala yang saya takutkan yaitu mati. Setelah saya gas penuh si Revo bukanya maju malah terdiam alis mati dan kondisi itu diperparah dengan ada mobil dengan kelajuan tinggi dari arah depan. Dengan izin Allah saya masih di beri kesempatan untuk membanting stir ke kiri sampai akhirnya si Revo benar-benar mati.

Hujan masih turun dengan derasnya dan saya harus menuntun si Revo ke tepian. Daripada saya menjadi bahan perhatian orang-orang yang sedang berteduh akhirnya saya putuskan meninggalkan si Revo di Alfamart.  “cantik-cantik masak dorong motor?”. Hahahhahaha.

Setelah meninggalkan si Revo ditempat yang aman, saya memutuskan berhujan-hujanan menggunakan jas ujan dan helm untuk mencari bengkel. Rasanya saya seperti orang bodoh mondar-mandir mencari bengkel ditengah hujan, sampai akhirnya saya menemukan bengkel yang berada di daerah turunan. Hah~ rasanya saya  bersyukur lagi karena saya tidak perlu bersusah payah untuk mendorong motor. Ternyata masalah si revo lagi-lagi busi yang basah dengan hanya membayar 15.000 akhirnya si Revo dapat menyala kembali. Namun saya memutuskan untuk tidak lanjut bekerja khawatir si Revo ngambek lagi.

Selang dua hari kemudian si Revo menunjukan gejala-gejala yang mebuat saya kembali khawatir. Si Revo suka mati sendiri di tengah jalan dan puncaknya ketika saya sampai di daerah perempatan pos penguben. Si Revo benar-benar mati saklak. Ada sekitar 15 menit saya terdiam di pinggir jalan sambil berusaha menyalakan si Revo namun hasilnya nihil. Akhirnya saya menyerah kembali dan meinggalkan si Revo begitu saja. Tidak seperti saat hujan waktu itu, kali ini saya coba bertanya kepada seorang bapak-bapak tentang bengkel terdekat dan beliau mengatakan ada di belokan kiri sekitar 100m. Saya kembali mendorong si Revo, cuma kali ini agak sedikit aneh ada beberapa motor didepan saya yang juga di dorong, hanya saja yang mendorong adalah laki-laki dan anehnya lagi tiba-tiba ada motor yang mendahului saya dan motornya mati di depanya saya. Dalam hati saya “hari ini ada apa dah?! Semua motor pada mati”. Namun setelah mendahului motor yang didepan saya ternyata motor orang tersebut tidak mogok, justru orang itu menawarkan bantuanya untuk mendorong motor saya namun saya menolaknya. Saya pikir orang tersebut sudah pergi namun ternyata orang tersebut masih dibelakang saya dan masih menawarkan bantuan kepada saya dan tetap saya menolaknya.

Sesampainya di bengkel ada sekitar satu jam lebih motor saya diperbaiki. Saat dibengkel, jujur saya menangis. Saya menangis bukan karena saya malu atau tengsin karena wanita mendorong motor tetapi saya sedih karena abang tukang bengkel selalu mengajak saya ngobrol tentang mesin motor namun saya tidak mengerti. Hah~~~ sedih rasanya bertahun-tahun bersama si Revo namun saya tidak pernah memahaminya. Dan saya semakin menyadari bahwa ternyata si Revo sudah berumur, apakah ini waktunya tuk berpisah?.

Belakangan ini saya selalu mempertahankan si Revo dengan alasan apapun. Jika rusak maka saya akan menganti dengan onderdil yang original agar ia tetap bertahan. Bukan karena saya sayang untuk membeli motor baru tetapi karena si revo banyak memberi kenangan pada saya. Si Revo lah yang menjadi saksi akan perjuangan skripsi saya. Masih ingat ketika saya pulang dari fotokopi skripsi tiga rangkap dan belum sempat dijilid. Karena kecerobohan saya meletakan skipsi sembarangan di motor hingga akhirnya ketika saya tancap gas tinggi si skripsi terbang bak daun yang jejatuhan dari pohon. Saat saya sadar skripsi saya jatuh, kepala saya reflek menengok kebelakang dan itu skripsi berterbangan kemana-mana bahkan di belakang saya terdapat patas AC yang kacanya hampir tertutup oleh skrispsi saya. Hancur hati saya saat skripsi yang saya perjuangkan berbulan-bulan rusak seketika. Dan yang lebih mengharukan lagi saat itu hidup saya seperti drama korea. Bisa di bayangkan, seluruh kendaraan yang ada di jalan itu berhenti seketika dan memakirkannya ke pinggir jalan. Setelah itu mereka turun dari kendaraan untuk membantu saya mengambil berkas-berkas skripsi saya. Tak hanya pengendara motor bahkan kondektur patas AC dan orang-orang yang berada di pinggir jalan turun membantu saya mengambl skipsi saya. Saya baru pertama kali merasakan pertolongan berjamaah hingga jalanan itu lumpuh total karena ulah saya.

Tak hanya sampai di situ,
1.       dengan si Revo lah saya biasa menempuh perjalanan terjauh Ciledug-TMII-Grogol-Pondok Gede,
2.       dengan si Revo lah saya pernah menggores sebuah mobil,
3.       dengan si Revo lah kaki saya pernah terlindas mobil,
4.       dengan si Revo lah saya hampir tertabrak truk,
5.       dan dengan si Revo lah saya lebih suka menangis di banding menyendiri ditempat sepi
Maka ketika si Revo sakit, maka saya orang pertama yang akan terluka. Mungkin ini saatnya untuk berpisah dibanding membuatnya semakin terluka.

Uri Revo...

Terimakasih sudah menemaiku selama 4 tahun ini.
Mungkin aku bukan yang pertama bagimu
tetapi kamu adalah yang pertama bagiku.
Dan terimakasih sudah menjadi sandaran disaat aku dalam keadaan suka maupun duka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar