“Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku”
(Al-Baqarah : 186)
Man Shabara Zhafira, Siapa yang bersabar dia lah yang beruntung.
Sebenarnya firman Allah yang mengatakan bahwa Allah akan menjawab semua do’a
hamba-Nya adalah sebuah kebenaran mutlak. Allah mengabulkan doa kita dengan
tiga cara:
- Apabila Allah mengatakan YA, kita akan mendapatkan apa yang kita minta
- Apabila Allah mengatakan TIDAK, kita akan mendapatkan yang lebih baik
- Apabila Allah mengatakan TUNGGU, kita aka mendapatkan yang terbaik pada saat yang tepat menurut Allah
Begitulah kutipan yang terdapat dalam buku Man Shabara Zhafira penulis Ahmad
Rifai Rifan. Tulisan kali ini bukan bermaksud untuk membuat resensi dari buku
yang saya sebutkan diatas tetapi hanya sekedar ingin berbagi dan sharing pengalaman orang-orang disekitar
saya tentang kalimat tersebut. Hehehhehe. Setelah tiga tahun menemukan password
blogger saya, sekarang saya jadi suka cerita (menulis) tidak jelas begini. Kalau
T.O.P BIGBANG bilang “Jika tidak suka silakan unfollow saya”, maka saya akan
mengatakan yang sama “Jika merasa terganggu jangan dibaca”. Karena menghidupkan
kembali blog saya merupakan resolusi saya di tahun 2015. Mau cerita penting
tidak penting tetap saya akan menulisnya. Saya tidak peduli, orang akan
mengatakan saya narsis atau semacamnya. Tujuan saya menulis adalah sebagai
pengingat untuk diri saya bahwa saya pernah melalui masa-masa itu. Maka dari
itu sebagian yang saya tulis adalah pengalaman orang-orang yang ada disekitar
saya. Diary dong? Hmmm, di bilang seperti itu juga tak mengapa.
Bicara soal diary, jadi ingat dulu waktu SMA. Saya, Jiji dan Ayu
memiliki diary bersama yang kami beri nama BuDi singkatan dari Buku Diary yang
didalamnya berisi ost Inuyasa, catatan pelajaran sekolah, foto (bukan foto kami
bertiga tapi justru foto orang lain, surat-surat (kalau guru sedang
menjelaskan, kami lebih suka ngobrol via kertas dibanding ngomong langsung,
alasannya takut diomelin guru) dan yang paling penting dari semua itu yaitu
curhatan kami tentang... ah~ tidak usah dibahaslah, kalau dibaca lagi cuma
bikin malu. Semoga saja buku itu tidak akan pernah di baca dan ditemukan orang
lain. Aminn. Mungkin kelakuan semua anak SMA begitu kali ya?. Hah~ yang sudah
berlalu biarlah berlalu. Semoga diary yang ini tidak malu-maluin.
Mengapa saya beri judul Man Shabara Zhafira?
Karena saya tidak tahu harus memberi judul apa!
Masak ‘perjalanan hidup saya dan orang-orang disekitar saya’? (aneh bin
absurd)
Akhirnya setelah melihat koleksi buku saya, saya temukanlah buku Man
Shabara Zhafira dan saya jadikanlah judul tulisan ini.
Berawal dari sebuah bimbel yang terletak di Kemanggisan. Salah seorang
murid sedang mencurahkan seluruh hatinya kepada salah satu kakak yang mengajar
di bimbel tersebut. Murid tersebut mungkin bisa dibilang sedang drop atau down atau semacamlah. Ia memang sedang fokus untuk mempersiapkan
ujian masuk perguruan tinggi negeri. Singkat cerita, saya datang tiba-tiba dan
langsung di judge “Tuh kayak Ka Dian
dong bisa ke Korea dan Bahasa Korea”. Sontak saya kaget, baru dateng tak tahu
permasalahanya tiba-tiba di beri sambutan demikian. Entah memuji atau menyindir
saya tidak tahu. Yang jelas kalau tujuannya menyindir pasti bercanda. Kebiasaan
anak bimbel khususnya pengajarnya kalau ngobrol kebanyakan becandanya daripada
seriusnya, kebanyakan ngeledeknya daripada ‘memujinya’ . Hahahhaha. Tapi itulah
yang membuat saya merasa nyaman berada disana. Bimbel tersebut terasa sudah
seperti rumah ke tiga saya. Rumah pertama yaitu rumah bapak ibu Slamet Santoso,
rumah ke dua yaitu rumah NiLarasati Kartika Sari dan Alinnavia Istiqomah dan
rumah ketiga yaitu BBI Kemanggisan. Dimana ketiganya saya dapat melakukan
apapun seenak jidat saya. (Ngelantur lagi kan? Balik kepermasalahan)
Karena saya belum shalat Ashar jadi saya tidak terlalu menaggapi
pernyataan tersebut. Dari belakang tersengar sayup-sayup pembicaraan mereka
yang kurang lebih si anak sedikit frustasi tentang nilainya, entah nilai TryOut
SBMPTN atau nilai UN (Ujian Nasional) yang menurun di mata pelajaran Bahasa
Inggris. Ia merasa sudah belajar mati-matian namun hasilnya nihil. Hanya
percakapan itu yang saya dengar sekilas selanjutnya saya tidak tahu apa mereka
bicarakan lagi, apa yang kakak bimbel sarankan dan apa yang dirasakan murid itu
selanjutnya, saya pun tak tahu.
Sedikit mengerti mengapa kakak itu mengatakan “Saya bisa bahasa Korea”.
Mungkin kakak tersebut ingin memberikan semangat kepada siswa tersebut dengan
cara penokohan dan tokohnya adalah saya. Sayangnya beliau salah, menjadikan
saya sebagai tokoh. Boro-boro ngomong Bahasa Korea, baca tulisan korea aja
masih gelagapan! Kata-kata Korea yang saya tahu hanya nama silsilah keluarga,
aniya (tidak), saranghae (aku cinta padamu), bogo (makan), sama paling judul
lagu korea. Hahahahha jadi malu. Seandainya Tikpo yang masuk, pasti Tikpo yang
akan jadi tokohnya. Karena memang dia yang pantas di jadikan contoh. Bukan
hanya pandai Bahasa Korea, Tikpo juga sangat mahir berbahasa Inggris. Namun
sayangnya ia tidak sedang berada disana saat itu. Kalau sendainya anak itu
cerita ke saya pasti akan saya ceritakan tentang Tikpo. Bagaimana perjalanan
Tikpo bisa lancar berbahasa Inggris.
Saya pernah bertanya “Po, gimana sih biar bisa bahasa inggris?” dan
setiap ada orang yang bertanya dengan pertanyaan sama pasti ia akan menjawab
dengan jawaban yang sama pula “sering dengerin lagu bahasa inggris. Makanya
dengerin lagu westlife!!!”. Haish, kalimat pertama enak didengarnya tapi
kalimat kedua agak gimana gitu. Tikpo itu punya sifat ‘misionaris’ (bukan dalam
arti sebenarnya) untuk menyebarkan apa yang dia suka. Saya masih masih ingat,
ketika ia meminjam HP saya. Saya pikir ia melihat folder foto saya, tapi
ternyata dia mem-bluetooth lagu Beast ke saya. Saya bingung sendiri ‘lagu apa
nih?’, karena saya tidak merasa pernah mendownload lagu Beast (waktu itu saya
hanya tahu lagu Super Junior) tapi kok bisa berada di HP dan ternyata itu ulah
dia sendiri.
Saya tidak heran, jika ia bisa lancar berbahasa inggris. Bayangkan
saja, ketika anak SD menyanyikan lagi di obok-oboknya Joshua ia hapal lirik
lagu satu album-nya Westlife. Kemudian disaat orang-orang menonton film barat menggunakan
subtitle, ia sudah tidak menggunakannya lagi. Makanya wajar kalau saat ini ia
berbicara bahasa inggris dengan lancar dan fasih. Karena dari SD ia sudah biasa
mendengarkan kata-kata bahasa inggris. Jadi bisa itu karena biasa.
Sama seperti saya, beberapa terakhir ini saya baru mengetahui keutamaan
membaca empat ayat pertama surat Al-Baqarah, ayat kursu, dua ayat setelah ayat kursi dan tiga ayat
terakhir suarat Al-Baqarah. Baru saya lihat ayatnya sudah membuat saya down duluan karena jumlah ayat yang
harus saya hapal ini hampir satu lembar alquran, apakah saya bisa
menghapalnya?. Jangankan satu lembar, untuk menghapal setengah halaman aja
susahnya minta ampun. Tetapi begitulah manusia hanya melihat dari penampilanya saja.
Namun setelah saya membacanya, ternyata ayat-ayat tersebut adalah ayat-ayat
yang ada pada al-masurat yang bagi saya sendiri sudah tidak asing. Bahkan jika
hanya sebut huruf awalnya saja insyallah saya bisa melanjutkanya.
Jika dikatakan bisa itu karena biasa, saya rasa itu benar. Sejak kuliah
saya mulai membiasakan membaca al-masurat ketika naik motor atau naik angkutan
umum. Dibilang aneh tak masalah bagi saya. Sempat suatu ketika setelah saya
membaca al-masurat diangkutan umum ada seorang bapak mengakui dirinya bisa
membaca masa depan. Mungkin beliau berfikir saya membaca al-masurat karena saya
punya hajat besar maka beliau memberi tahu saya suatu bacaan yang harus saya
baca 1000x agar hajat saya tercapai. Saya tidak ingat apa yang beliau ajarkan
karena pada saat itu saya memang sejang tidak memiliki hajat jadi saya abaikan.
Satu pesan beliau yang masih saya ingat “tadi saya lihat garis tangan mbak saat
baca almasurat, kedepanya akan menemui kesulitan yang besar jadi bersabarlah”. Seram
rasanya, saya itu paling tidak suka ramalan karena ramalan hanya membuat manusia
terkekang dengan masa depan yang belum pasti terjadi. Entah siapapun bapak itu,
yang selalu saya ingat yaitu ‘saya harus lebih bersabar’. Iya bersabar untuk
memperolah keberhasilan.
Nah sekarang, jika di tanya ‘Siapa yang ingin menjadi orang yang
berhasil?’. Pasti semua orang akan mengangkat tangannya bahkan jika orang
tersebut memiliki 1000 tangan pasti
seribu-ribunya akan di angkat sebagai pembuktian bahwa keinginannya tersebut
serius. Jika semua orang berharap berhasil lalu mengapa masih ada sebagian
orang yang gagal?. Paling tidak ada beberapa kemungkinan. Pertama, orang itu
tidak tahu cara untuk meraih keberhasilan.
Kedua, orang tersebut sudah tahu bagaimana untuk meraih keberhaslan,
hanya saja tidak sabar menjalani semua proses yang seharusnya diselesaikannya
sebelum ia benar-benar berhak untuk meraih mendali keberhasilan.
Penyebab kedua inilah yang sering kali menjadi penyebab klasik mengapa
banyak orang yang punya harapan dan
impian tinggi namun gagal meraihnya. Hampir semua pelajar tahu bahwa cara
paling jitu untuk meraih nilai tinggi dalam uujian adalah belajar. Namun masih
banyak pelajar yang tidak sabar untuk menjalani dan menuntaskan syarat-syarat
suksesnya itu dengan beragam dalih dan alasan. Malas, jenuh, bosan banyak
godaan teman dan beragam alasan lainya yang bermunculan dalam benaknya karena
tingkat kesabaran dalam jiwanya sangat rendah. Akibatnya semangat untuk meraih
kesuksesan justru terkikis oleh hal-hal yang sebenarnya sangat remeh.
Lalu bagaimana jika ada orang sudah rajin, tekun, shalat sunnahnya
tidak putus, rajin shalat jamaah dimasjid, zakatnya sudah pol-polan tetapi masih
belum mendapatkan atas apa yang di usahakan? Bukannya mendapat berkah tetapi
malah musibah. Kalau kata ustad Yusuf Manshur “Pengetahuan kita itu belum
sampai atas jawaban Allah”. Kadang amalan yang kita perbuat tidak mampu
menghapus dosa-dosa yang kita lakukan, maka dari itu Allah ingin memberikan
ujian sebagai penghapusnya. Kita tidak pernah tahu hikmah apa yang Allah
berikah kepada kita. Mungkin jika Allah memberikan jawaban ‘Ya’ kita tidak akan
pernah belajar dari kesalahan. Maka Allah akan memberikan jawaban ‘Tunggu’
untuk memberikan yang terbaik untuk hambanya.
Bicara soal jawaban Allah yang TUNGGU, mengingatkan akan perjalanan
Magenta ke Korea dan semakin mengingatkan saya bahwa jawaban Allah atas doa-doa
umatnya benar mutlak adanya. Saya masih ingat bagaimana reaksi setiap
teman-teman yang tahu saya pulang dari Korea. Ada yang wahh, ada yang bilang
keren, ada yang bilang daebak, bahkan ada yang bilang ‘wah uangmu banyak juga
ya?’.
Padahal jika mereka tahu penghasilan saya perbulan hanya ¼ dari
penghasilan mereka, pasti mereka tidak akan mengatakan saya ‘keren’ tapi akan
mengatakan saya ‘gila’. Iya, gila! Karena dengan penghasilan begitu saya nekat
jalan tanpa bantuan biaya siapun atau menang undian apapun.
Sampainya kami di Korea Februari 2015 lalu bukanlah keinginan kami saat
itu. Tetapi keinginan kami dua tahun lalu. Iya, dua tahun lalu yang rencananya
akan ke Singapura namun Allah berkehendak lain justru membelokan ke Korea.
Butuh waktu dua tahun untuk sampai di sana dan butuh dua tahun juga untuk
bersabar. Bersabar menghadapi nilai tukar rupiah yang semakin naik, bersabar
mencari dana dan bersabar untuk mempertahankan mimpi. Bersabar mempertahankan
mimpi inilah yang paling sulit, sebentar-bentar semangat sebentar-sebentar
tidak. Apalagi mengingat saat-saat pahit getirnya mengumpulkan dana karena saat
itu staus kami masih mahasiswa.
Bulan-demi bulan rasanya semakin berat, kemampuan untuk mengumpulkan
uang semakin surut, masalah keuangan silih berganti. Ada yang kerja tapi haknya
di tahan akhirnya memutuskan untuk berhenti kerja, ada yang orang tuanya sakit
jadi juga harus ambil bagian di keluarga, ada juga yang penghasilanya sebulan
tidak genap genap satu juta dan ada juga yang harus melanjutkan untuk biaya
kuliah S2-nya. Masih terngiang sekali bagaimana sulitnya melalui hari-hari itu.
Hingga H - 1bulan, puncak dari segala permasalahan. AIR ASI* dilaporkan jatuh
diselat Malaka. Tidak hanya kami berempat saja yang khawatir tetapi seluruh
keluarga kami. Hingga sempat kami tidak mendapatkan izin dari orangtua.
Air Asia D7 507 at Incheon International Airport
Memang benar rencana Allah tidak akan pernah bisa diprediksi. Mungkin
kecelakan itu ujian untuk meneguhkan hati kami akan mimpi kami. Maka dari itu buah
dari kesabaran itu akhinya terwujud juga bahkan melebihi dari apa yang kami
kira.
Pertama, pesawat yang kami
naiki mengalami perubahan jadwal untuk keberangkatan ke Korea sehingga kami
memiliki waktu jeda transit lebih dari 6 jam sehingga kami memiliki kesempatan
untuk jalan-jalan di Malaysia.
Kedua, saat akan kembali ke
Jakarta pesawat dari Korea delay hingga 3 jam yang mengakibatkan kami
tertinggal untuk penerbangan selanjutnya. Sebagai pertanggung jawaban dari
pihak Airasi* kami diberikan lagi bonus sehari tinggal di Malaysia. Kami dibawa
keluar bandara dan menginap di hotel.
Dan ketiga, JAKARTA BANJIR. Dihari
yang seharusnya pulang dari Korea kami langsung kerja tetapi kami di beri
kesempatan Allah untuk istirahat. Jadi total liburan kami yang harusnya 10 hari berubah menjadi 14 hari. Alhamdulillahirabilalamin.
Memang benar yang namanya sabar itu susah. Tetap percaya saja pasti
Allah akan memberi yang terbaik untuk kita bahkan melebihi dari apa yang kita
kira.
Saya menulis ini bukan berarti menyalahkan siswa yang tidak mau
bersabar dalam belajar. Tetapi jujur sudah lama saya ingin menulis tentang ini.
Bukan karena ingin pamer atau sejenisnya. Tetapi sebagai pengingat untuk saya. Bahwa
setidaknya salah satu impian saya pernah berhasil jadi berharap kedepannya saya
jangan takut bermimpi dan jangan takut mimpi itu tidak akan terwujud.
Sekaligus, sebagai wujud rasa syukur saya memiliki teman-teman yang hebat.
Teman, disaat salah satu dari kami jatuh, mereka orang pertama yang
mengulurkan tanganya.
Teman, disaat salah satu dari kami bahagia, mereka orang pertama yang
kami ingat.
Teman, disaat orang lain menahan dan ragu meminjamkan hartanya,
merekalah orang pertama yang suka rela meminjamkan hartanya tanpa tahu kapan
dikembalikan.
Dan teman, disaat salah satu dari kami berusaha memutus tali silahturahmi
justru mereka yang berusaha menyatukan kembali.
Terima kasih telah memberikan ruang untuk saya diantara kalian.
Jazakumullah Khairan Katsiran. Wa Jazakumullah Ahsanal Jaza.
Jazakumullah Khairan Katsiran. Wa Jazakumullah Ahsanal Jaza.
“Semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan kebaikan yang banyak dan
semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik”
KLIA Xpress, Kuala Lumpur
Namsan Tower, Korea Selatan
Nami Island, Korea Selatan
Namsan Tower, Korea Selatan
KLIA2, Kuala Lumpur
Nami Island, Korea Selatan
Namsan Tower, Korea Selatan
KRB, Bogor
Gelora Bung Karno, Jakarta